RUBY BELLADONNA

Dentuman musik yang sangat keras menggema di setiap sudut ruangan. Lampu berbagai warna menghiasi tempat yang minim cahaya itu. Puluhan orang menari tanpa batas di dance floor tengah ruangan.

Bau alkohol dan berbagai minuman keras lainnya tercium dari tiap udara yang dihirup. Wanita-wanita 'nakal' juga terlihat menemani pria berhidung belang berdompet tebal yang berkunjung.

Disinilah Zhanghao sekarang.

Sebuah Bar tak jauh dari kediamannya. Menenggak minuman berwarna cerah. Menikmati ratusan racun masuk ke dalam tubuhnya melewati mengerang ketika cairan berwarna hijau itu telah berhasil mencapai bagian dalam tubuhnya.

Tertawa bersama teman-temannya dan juga beberapa wanita terlihat duduk di sebelah mereka.

Salah seorang dari wanita itu menyender di dadanya, mengusap pelan kemeja –atau lebih tepatnya tubuh- Zhanghao dengan sesekali menggodanya.

“Zhanghao. Kau yakin tidak mau bermain?” tanya seorang lelaki teman Zhanghao. Tolong artikan kata 'bermain' disini dengan makna tidak sebenarnya.

Zhanghao mengangkat bahunya dan menggeser tubuhnya dari wanita yang sedari tadi bergelayut manja dengannya.

“Entahlah. Aku tidak tertarik.” Jawabnya singkat kemudian kembali menenggak minuman di depannya.

“Demi apapun. Kau sudah kesekian kalinya datang kesini. Tapi kau sama sekali belum bersenang-senang disini.” Teman Zhanghao kembali berkata.

Zhanghao berdecak sebal dan menaruh gelas cocktail yang hanya tersisah separuh lagi ke meja.

“Bukan seperti itu caraku bersenang-senang.”

Pria itu kemudian menggeser tubuhnya mendekati Zhanghao dan memberikan sesuatu kepadanya.

“Mungkin kau akan membutuhkan ini nanti.” Katanya.

Mata tajamnya melihat-lihat sesuatu yang di berikan kepadanya.

Sebuah obat berbentuk tablet yang larut dalam air.

Obat untuk perangsang lebih tepatnya.

Entah untuk apa ia gunakan obat ini. tetapi tetap saja ia simpan.

Ia mengalihkan pandangannya ke arah meja bar. Mungkin segelas minuman bisa membuat moodnya lebih baik dari saat ini.

Secara tak sengaja matanya menangkap seorang pemuda manis tengah duduk di salah satu kursi dekat bartender. Terlihat seperti ia sedang menunggu sesuatu sambil meminum susu kotaknya dengan tenang.

Zhanghao sedikit tertawa kemudian bangkit dari tempatnya dan berjalan menuju meja bar.

“Kau mau kemana?” temannya kembali bertanya.

“bersenang-senang..” jawab Zhanghao singkat.

.

.

.

.

“Buatkan aku satu pimms” pinta Zhanghao pada sang bartender. “Oh iya jangan pakai alkohol. Ganti saja dengan lemonade.”

Bartender itu mengangguk dan segera membuatkan pesanan yang di pesan.

Sedikit melirik, Zhanghao mengambil tempat duduk di sebelah pemuda manis itu. Pemuda itu masih fokus pada susu kotak yang diminumnya.

Wajahnya terlihat lucu dan menggemaskan –di mata Zhanghao- tatapan lurusnya ke arah dance floor. Sesekali merubah ekspresi wajahnya ketika melihat hal aneh seperti orang berciuman di dance floor.

Jangan lupakan bibirnya yang mengerucut saat minum melalui sedotan susu kotaknya. Bibir yang penuh itu. Apakah manis saat ia mengecupnya nanti? Ow Zhanghao. Berhenti berkhayal.

“Hey. Siapa namamu?” tanya Zhanghao selembut mungkin. “apa yang kau lakukan disini?”

Merasa ada yang mengajaknya bicara, pemuda itu menoleh dan sedikit tersentak.

Sedikit menimang-nimang, apa boleh berbicara dengan orang asing? Ia kemudian membuka mulutnya.

“Namaku Sung Hanbin.” Jawabnya. Suaranya terdengar sangat pelan. “Aku sedang menunggu sepupuku.” Ia kembali meminum susu kotaknya.

Zhanghao mengangguk mengerti dan kemudian menatapnya lagi.

“Bukankah anak di bawah umur tidak boleh masuk? Kenapa kau bisa masuk kesini?” tanya Zhanghao lagi.

Pemuda itu –atau mari kita sebut Hanbin mulai sekarang- melepaskan sedotan dari mulutnya dan menggoyang-goyangkan kotak susunya. Memeriksa apakah masih ada minuman kesukaannya yang tersisa.

“Aku ini sudah sembilan belas tahun.” Kini sedotan susu kotaknya telah berada kembali di mulutnya. Meminum minuman menyehatkan itu hingga tak bersisa.

“Me –”

Baru saja akan memulai pertanyaan kembali,

“Silahkan pimms pesanan anda”

Bartender tersebut telah lebih dulu menyerahkan segelas minuman pada Zhanghao.

Dengan sengaja –atau mungkin tidak karena efek alkohol- ia memasukan obat pemberian temannya tadi ke pimms yang dipesannya.

“Kau mau mencobanya?” Zhanghao menyodorkan gelas tersebut ke arah Hanbin.

Ragu-ragu. Zhanghao bisa melihatnya. Hanbin ragu antara menerima tawarannya atau menolaknya.

“Jangan khawatir. Tidak ada alkohol sama sekali di dalamnya.” Tambahnya.

Hanbin menatap Zhanghao sekilas. Dengan sedikit keraguan yang tersisa, ia mengambil minuman itu dan menyesapnya sedikit.

“Bagaimana?” tanya Zhanghao.

Hanbin kembali menyesap sedikt pimms itu kemudian menoleh ke arah Zhanghao.

“Apa ini? lemon ya?” tanyanya yang dihadiahi anggukan pelan oleh lelaki yang baru dikenalnya beberapa menit lalu.

Zhanghao hanya mengangguk pelan. “Enak tidak?”

“Eum. Lumayan..” jawabnya.

Zhanghao hanya diam menatap dance floor bar tanpa berniat memulai pembicaraan lagi.

Bukan tak ada maksud ia hanya diam seperti itu. Menunggu reaksi mungkin.

Sesekali ia melirik Hanbin yang masih setia dengan pimms nya yang sesekali berjenggit saat merasa asam –tentu karena itu lemonade- kemudian mengalihkan lagi padangannya ke arah lain.

Sekali lagi. ia melirik ke arah Hanbin.

Hanbin baru saja meletakkan pimms nya yang masih tersisa separuh di atas meja bar. Bergerak gelisah dan tak nyaman di bangkunya. Sesekali ia memegang tengkuknya.

'gotcha!' batin Zhanghao.

Hanbin benar-benar terlihat tak nyaman sekarang. Bergerak kesana-kemari tak menentu. Melihat-lihat keadaan sekitar. Diam sejenak dan kembali bergerak gelisah.

Menyadari ada kesempatan emas yang tak mungkin di lewatkan, Zhanghao menggeser bangku bar yang ia duduki ke arah Hanbin.

“Kenapa kau gelisah seperti itu?” tanya Zhanghao –pura-pura- khawatir.

Hanbin mengalihkan pandangannya ke arah Zhanghao. Matanya terlihat sayu. Mukanya memerah entah karena apa.

“A –aku tidak tahu. aku m –merasa ada yang aneh.”

Smirk licik Zhanghao tertutupi saat ia memandang lembut ke arah Hanbin. Tangan kirinya ia bawa ke arah paha kanan pemuda manis itu dan mengusapnya pelan.

Sontak Hanbin terkejut dan semakin bergerak tak nyaman. Ia bahkan sempat melenguh pelan saat merasakan tangan Zhanghao tak sengaja menyentuh paha dalamnya.

Entah dorongan setan apa, Hanbin tanpa sadar menubrukkan dirinya di dada Zhanghao dan melingkarkan lengan kecilnya di leher sang pemuda.

'cepat sekali reaksinya.' Zhanghao kembali membatin.

Ia kemudian mengarahkan tangan kanannya ke punggung sempit Hanbin. Mengusapnya dengan arah memutar.

“Ada apa hmm?” ia meniup pelan belakang telinga Hanbin yang sontak membuat sang pemilik telinga meremas pelan kemeja putih yang dikenakan Zhanghao.

“Jawab aku. kau kenapa?” Zhanghao kemudian beralih mengecupi cuping telinga pemuda manis itu dan menggigitnya kecil.

“Nghh~” desahan pertama lolos dari mulut Hanbin begitu saja karena perlakuan Zhanghao.

Tanpa berkata lagi, Zhanghao mengangkat tubuh mungil itu ke luar bar tanpa persetujuan dari siapapun.

Entah refleks atau apa, Hanbin malah semakin menenggelamkan wajahnya di ceruk leher pria berambut hitam tersebut.

.

.

.

.

Belum satu menit mereka berdua meninggalkan bar, seorang pemuda berumur sekitar dua puluh lima tahun-an datang ke tempat mereka tadi sambil membawa beberapa buah buku di tangannya.

“Hanbinie, ini buku yang kau min –lho? Sung Hanbin dimana?”

Seseorang menyadari hilangnya Sung Hanbin.

🔞 Collected Works of Mr. Ryoumen Derailment-First Love and One Night Stand

Ryomen Sukuna, Presiden Bisnis Keluarga Hyundai AU x Profesional Dancer Fushiguro Megumi


“Ahh...uh...”

Jauh di dalam suite hotel bertingkat tinggi, erangan sesekali terdengar.

Megumi berbaring tak berdaya dengan kaki terbuka lebar ke langit-langit. Pria kekar di atasnya menghentakkan tubuhnya dengan keras. Rambutnya yang berkeringat bergoyang karena kekuatan lawan.

Dia melingkarkan kakinya di pinggang kokoh pria diatasnya, dan meletakkan satu tangan sambil gemetar diatas perutnya yang rata, merasakan di dalam sana ia ditekan, digempur tampa ampun, disiksa oleh senjata pembunuh. Gelombang kesenangan mengalir ke atas kepalanya, telinganya dipenuhi dengan suara peraduan erotis dan jeritannya sendiri yang tak terkendali. Rangsangan yang berlebihan membuatnya tak tertahankan, tetapi tangan Sukuna seperti besi tuang, dan kekuatan perlawanannya bagi Sukuna bahkan tidak berasa.

“Ryomen.. Anhh.. Sukunahh...kau lepaskan...” Megumi menggertakkan giginya sambil bernapas. Kejantanan sang pria kekar di tubuhnya masih merajalela, sehingga ia harus memeluk leher Sukuna dengan erat.

“Tunggu sebentar ...” Keringat mengalir di sepanjang ujung rambut Megumi, Sukuna menyeka wajah cantik dibawahnya, dan diam-diam meletakkan salah satu kaki Megumi di bahunya, membuat batangnya melesak semakin dalam dan mulai lebih keras. Megumi gemetar tak terkendali. Dia membuka mulutnya lebar-lebar tetapi tidak mengeluarkan suara. Cairan transparan terus mengalir keluar dari ujung depan, dan seluruh tubuhnya lumpuh karena rangsangan yang kuat.

Sukuna akhirnya mengangkat matanya yang seperti elang, “Kenapa?”

“Aku…ah…aku tidak tahan lagi…hhaa” Megumi memejamkan mata dan membenamkan kepalanya, secara pasif menghindari tatapan berapi-api dan telanjang di sisi lain.

Dia tidak berani melihat Sukuna. Paksaan lawan seperti jaring langit dan bumi, memaksanya tidak punya tempat untuk melarikan diri, dan kegembiraan yang dibawa oleh penindasan kekuatan absolut membuatnya bersemangat, dan ini bukan pertama kalinya dia menjadi terobsesi dengan Sukuna.

Pada saat itu, Megumi baru saja memasuki tahun pertama sekolah menengah, dan dengan cepat jatuh cinta kepada Sukuna di depan stan penerimaan klub dance.

Mereka memulai jalinan asmara di ruang bawah tanah SMA Jujutsu, dari lapangan basket hingga bayangan gedung asrama, di sudut buta pengawasan kampus, kedua insan ini memudarkan tubuh hijau mereka dan menjadi dewasa. Tidak ada satu tempat pun di SMA Jujutsu yang tidak menjadi saksi bisu pergumulan panas Sukuna dan Megumi.

Dramanya adalah keluarga rumit Sukuna terikat untuk mencegahnya menjadi anak biasa. Setelah perang bisnis di mana bahkan laporan ditekan, ia gagal menolak tuntutan dalam keluarganya. Kemudian menghilang dari bidang penglihatan teman-teman sekelasnya, terutama menghilang dari Megumi.

Sepuluh tahun kemudian, dia memegang Megumi dan menyalurkan gelombang panas ke tubuhnya. Setelah kehilangan keseimbangan, Megumi ambruk ke tanah seperti boneka dengan kawat putus.

Malam sebelum memutuskan untuk meninggalkan tempat yang menyedihkan dimana ia bekerja sebagai penari profesional, Megumi bertemu kembali secara dramatis dengan pelaku yang membuatnya menderita.

Reuni ini seperti linggis, mencongkel tutup ruang bawah tanah yang berkarat di dalam hatinya, sesuatu yang telah lama stagnan tumbuh kembali, dan berbagai jenis emosi yang telah mati selama bertahun-tahun mulai pulih – dia mengerti bahwa one night stand hanya akan meningkatkannya Nostalgia, tapi dia tidak ingin mengakhiri mimpi ini sama sekali.

Sukuna berjongkok, meletakkan tangannya di kedua sisi leher Megumi. Geser ibu jari dengan lembut melintasi arteri, gosok setiap inci kulit halus di telapak tangan, rasakan Megumi menempel pada kendalinya setelah getaran yang tak terkendali.

“Bagus.” Sukuna mengelus dagu Megumi dengan ibu jarinya, dan memaksanya untuk sedikit mengangkat wajahnya. “Lihat aku.”

Megumi dengan gemetar menarik napas dalam-dalam, perlahan membuka matanya. Dia bertemu dengan mata merah yang tak tertahankan. Ada penuh kecemburuan, gairah dan keputusasaan. Dalam sekejap, Liu Yu menangkap perasaan lembut sekilas di matanya. Sukuna tidak mengatakan apa-apa, Megumi pun sama, dan kata-kata tampak terlalu berlebihan bagi mereka.

Megumi memperhatikan lengan bawah Sukuna yang kuat membungkus otot-otot berbentuk gelendong bergerak di bawah kulit, dan secara bertahap berhenti berpikir. “Kalau begitu bantu aku, selesaikan semuanya,” gumam Megumi.

Hubungan seks timbal balik datang terlalu kuat, dan keduanya dengan gila-gilaan memintanya, mencoba menebus sepuluh tahun yang hilang. Tangisan dan desahan kacau Megumi tampaknya menjadi obat yang baik untuk merangsang Sukuna. Dia membalikkan Megumi dengan mudah, dan penis yang terkubur di tubuhnya memantul terus menerus dengan getaran berjalan, menghancurkan lebih dalam dan lebih dalam.

Suara Megumi mulai menjadi manis dan berminyak, dan air mata fisiologisnya mengalir tanpa henti. Di bawah tekanan kekuatan absolut, tubuh bagian bawah Megumi mengejang tak terkendali lagi. Setelah orgasme yang tak terhitung jumlahnya sampai dia hampir kehilangan kesadaran, tubuhnya yang kejang akhirnya dipenuhi dengan cairan cinta yang kental dan panas. Sukuna mengambil napas dalam-dalam kepuasan, memeluk tubuh ramping Megumi, menjaga postur terkubur di tubuhnya, menunggu perasaan kejang perlahan menghilang.

Megumi tersentak keras, tatapannya yang agak tidak fokus jatuh pada lengan yang melingkar di belakangnya. Kuat, kuat, seperti rantai yang menembus tulang belikat, mengikat lengannya di tikungan.

Dadanya yang berkeringat ditekan ke punggungnya, dan detak jantung yang hangat datang. Dengan naik turunnya napas orang di belakangnya, Megumi jatuh ke dalam keluhan dan kepuasan yang besar dalam pelukan Sukuna.

Setiap kali bertemu teman sekelas Sukuna, Megumi selalu dengan sabar menjelaskan bahwa mereka tidak bisa lebih bersih, tetapi setelah lebih dari sepuluh tahun, Megumi masih hafal nomor telepon Sukuna semasa SMA.

Pada malam ketika Sukuna pergi ke luar negeri, Megumi meminta bantuan Zenin Maki untuk mengetahui apakah nomor itu masih berguna. Setelah beberapa perjuangan yang sulit, mereka hanya mendapat bahwa itu menjadi misteri, keduanya tidak tahu apakah nomor itu masih digunakan, apakah berganti kepemilikan, dll., Sama seperti ketika mereka menghadiri upacara kelulusan disekolah, bahkan setelah lulus dari SMA sosok yang bergegas keluar dari gerbang sekolah, pergi ke luar negeri, menghilang tanpa jejak. Megumi tidak tahu apa-apa.

Megumi memutar untuk berhadapan dengan kekasih masalalunya dan beristirahat di pelukan Sukuna.

Megumi mengubah dirinya ke posisi yang nyaman, sementara bahunya di hujani ciuman, turun sampai ke siku. Ada sentuhan lengket dan hangat dari bibir Sukuna, dan seluruh tubuhnya terbungkus dalam napas panas, yang dulu terlalu dia kenal. 'Setelah bertahun-tahun, saya kembali dengan cinta pertama saya, dan darinya saya bisa merasakan keputusasaan dan ketulusan yang tidak bisa saya rasakan ketika saya masih remaja.'

Sukuna mengencangkan lengannya lagi, dia ingin memeluk Megumi begitu keras sehingga daging dan darahnya meleleh ke dalam tubuhnya, dan dia tidak tahan untuk menyentuh tulang dan jari Megumi yang rapuh. Sukuna berpengalaman dalam ketidak kekalan hal-hal di dunia, dan keindahan saat ini bisa mati dengan angin selama dia melepaskannya. Dia pikir dia sudah siap, tapi sekarang dia bingung lagi.

Dia memeluk Megumi dan tidak tahu harus berbuat apa, Megumi juga berbaring di lengan Sukuna dengan hampa, dan keduanya diam-diam menunggu mimpi indah ini bangun.


Sukuna tidak tahu berapa lama ia tidur, ketika cahaya matahari menembus celah tirai, Sukuna membuka matanya.

Dia sepertinya memiliki mimpi panjang, di mana cinta terpanasnya masih ada. Tadi malam, dia membuka matanya lagi, seolah-olah seumur hidup, kenyataan di depannya membuatnya merasakan kekosongan yang tak terkendali.

Tidak ada seorang pun di sampingnya, dia melirik arlojinya dengan lelah dan menemukan bahwa masih terlalu dini bagi Megumi untuk pergi ke bandara. Dia buru-buru memakai celananya dan keluar dari kamar.

Ruang tamu redup, dan Megumi sedang duduk di sofa menonton TV dengan punggung menghadap ke arahnya. Leher ramping terlihat dari bagian belakang sofa tebal, dan tulang belakang melayang di bawah kulit tipis, dan tepi putih kebiruan terpikat oleh lampu neon TV, Megumi adalah keindahan duniawi yang tampak rapuh dan tidak nyata.

Sukuna berjalan mendekat dan mencium lehernya. “Kenapa bangun pagi sekali, kita masih punya waktu.”

Megumi tidak menjawab. Dia hanya mengenakan kemeja putih besar Sukuna, memancarkan aroma tembakau, alkohol, dan cinta. Di bawah bajunya, bekas gigi dan cupang di sekujur tubuhnya terlihat samar-samar, dan air mani yang kering tertinggal di antara kedua kakinya. Dia tampaknya tidak keberatan dengan apa yang terjadi padanya, dan dia bahkan tidak ingin membersihkan jejak yang ditinggalkan oleh Sukuna. Dia hanya menonton TV dengan tenang, dan sepertinya tidak ada hal lain yang memengaruhinya sama sekali.

Sukuna mengikuti pandangannya dan mengangkat kepalanya. Di TV, kamera wawancara mengejar seorang pria paruh baya yang tinggi dan menanyakan sesuatu. Pria itu tersenyum sopan dan menjawab: “Ya, ini adalah tahun kelima pernikahan kami.”

“Dia sangat menghormati saya dan memperlakukan saya dengan sangat baik.” Sukuna menatap sosok yang dikenalnya di TV. Darah yang mengalir ke atas kepalanya tadi malam mulai memudar, jalur yang menyimpang diperbaiki, dan dia secara bertahap memulihkan akal sehatnya.

Orang-orang di TV terus berkata: “Haha...Tentu saja, aku juga mencintainya.” Ada keributan di sekitar, dan orang-orang menunjuknya ke arah kamera. Pria itu ragu-ragu, dan segera mengangguk dengan senyum malu-malu.

“Ini benar-benar ... oke, oke, aku berkata, bukan karena aku tidak mengatakannya.” Dia melihat ke kamera, sepasang mata tersenyum lembut bersinar.

“Sukuna, aku mencintaimu.” “Kembalilah, aku merindukanmu.”

Jam di dinding berdetak, Sukuna melihat ke TV dan Megumi menatapnya. Ada terlalu banyak kebingungan, keengganan, dan ketidakberdayaan terhadap kenyataan dalam siaran itu.

Dalam perjalanan ke bandara, keduanya hanya diam Setelah mobil diparkir di tempat parkir bandara, Sukuna mengatakan bahwa ia akan mengantar ke ruang keberangkatan, tetapi Megumi menolak. Dia menyeret barang bawaannya lebih tinggi darinya keluar dari mobil, berpura-pura mengambil setiap langkah yang sulit dengan tenang Dia tahu Sukuna pasti melihat dirinya di belakangnya, tetapi dia dengan keras kepala tidak melihat ke belakang. Dan setiap langkah yang Megumi ambil, membuat nyawa sukuna terasa seperti terbakar, melebur keluar dari jiwanya.

Setiap orang membuat pilihan terbaik ketika mereka mencapai persimpangan jalan, tetapi akhir ceritanya sepertinya selalu mengandung terlalu banyak penyesalan. Orang-orang telah dibongkar dan dibentuk oleh peluang dan kebetulan yang tak terhitung jumlahnya, Haruskah mereka disebut takdir atau kehidupan?


Ceritamu sudah usang, ditaruh di gudang hingga berdebu. Tidak saya buang. Supaya sewaktu-waktu bisa dilihat kembali betapa meninggalkanmu adalah hal terberat dan terbaik yang pernah saya lakukan

First Love and One Night Stan


“Ahh...uh...”

Jauh di dalam suite hotel bertingkat tinggi, erangan sesekali terdengar.

Megumi berbaring tak berdaya dengan kaki terbuka lebar ke langit-langit. Pria kekar di atasnya menghentakkan tubuhnya dengan keras. Rambutnya yang berkeringat bergoyang karena kekuatan lawan.

Dia melingkarkan kakinya di pinggang kokoh pria diatasnya, dan meletakkan satu tangan sambil gemetar diatas perutnya yang rata, merasakan di dalam sana ia ditekan, digempur tampa ampun, disiksa oleh senjata pembunuh. Gelombang kesenangan mengalir ke atas kepalanya, telinganya dipenuhi dengan suara peraduan erotis dan jeritannya sendiri yang tak terkendali. Rangsangan yang berlebihan membuatnya tak tertahankan, tetapi tangan Sukuna seperti besi tuang, dan kekuatan perlawanannya bagi Sukuna bahkan tidak berasa.

“Ryomen.. Anhh.. Sukunahh...kau lepaskan...” Megumi menggertakkan giginya sambil bernapas. Kejantanan sang pria kekar di tubuhnya masih merajalela, sehingga ia harus memeluk leher Sukuna dengan erat.

“Tunggu sebentar ...” Keringat mengalir di sepanjang ujung rambut Megumi, Sukuna menyeka wajah cantik dibawahnya, dan diam-diam meletakkan salah satu kaki Megumi di bahunya, membuat batangnya melesak semakin dalam dan mulai lebih keras. Megumi gemetar tak terkendali. Dia membuka mulutnya lebar-lebar tetapi tidak mengeluarkan suara. Cairan transparan terus mengalir keluar dari ujung depan, dan seluruh tubuhnya lumpuh karena rangsangan yang kuat.

Sukuna akhirnya mengangkat matanya yang seperti elang, “Kenapa?”

“Aku…ah…aku tidak tahan lagi…hhaa” Megumi memejamkan mata dan membenamkan kepalanya, secara pasif menghindari tatapan berapi-api dan telanjang di sisi lain.

Dia tidak berani melihat Sukuna. Paksaan lawan seperti jaring langit dan bumi, memaksanya tidak punya tempat untuk melarikan diri, dan kegembiraan yang dibawa oleh penindasan kekuatan absolut membuatnya bersemangat, dan ini bukan pertama kalinya dia menjadi terobsesi dengan Sukuna.

Pada saat itu, Megumi baru saja memasuki tahun pertama sekolah menengah, dan dengan cepat jatuh cinta kepada Sukuna di depan stan penerimaan klub dance.

Mereka memulai jalinan asmara di ruang bawah tanah SMA Jujutsu, dari lapangan basket hingga bayangan gedung asrama, di sudut buta pengawasan kampus, kedua insan ini memudarkan tubuh hijau mereka dan menjadi dewasa. Tidak ada satu tempat pun di SMA Jujutsu yang tidak menjadi saksi bisu pergumulan panas Sukuna dan Megumi.

Dramanya adalah keluarga rumit Sukuna terikat untuk mencegahnya menjadi anak biasa. Setelah perang bisnis di mana bahkan laporan ditekan, ia gagal menolak tuntutan dalam keluarganya. Kemudian menghilang dari bidang penglihatan teman-teman sekelasnya, terutama menghilang dari Megumi.

Sepuluh tahun kemudian, dia memegang Megumi dan menyalurkan gelombang panas ke tubuhnya. Setelah kehilangan keseimbangan, Megumi ambruk ke tanah seperti boneka dengan kawat putus.

Malam sebelum memutuskan untuk meninggalkan tempat yang menyedihkan dimana ia bekerja sebagai penari profesional, Megumi bertemu kembali secara dramatis dengan pelaku yang membuatnya menderita.

Reuni ini seperti linggis, mencongkel tutup ruang bawah tanah yang berkarat di dalam hatinya, sesuatu yang telah lama stagnan tumbuh kembali, dan berbagai jenis emosi yang telah mati selama bertahun-tahun mulai pulih – dia mengerti bahwa one night stand hanya akan meningkatkannya Nostalgia, tapi dia tidak ingin mengakhiri mimpi ini sama sekali.

Sukuna berjongkok, meletakkan tangannya di kedua sisi leher Megumi. Geser ibu jari dengan lembut melintasi arteri, gosok setiap inci kulit halus di telapak tangan, rasakan Megumi menempel pada kendalinya setelah getaran yang tak terkendali.

“Bagus.” Sukuna mengelus dagu Megumi dengan ibu jarinya, dan memaksanya untuk sedikit mengangkat wajahnya. “Lihat aku.”

Megumi dengan gemetar menarik napas dalam-dalam, perlahan membuka matanya. Dia bertemu dengan mata merah yang tak tertahankan. Ada penuh kecemburuan, gairah dan keputusasaan. Dalam sekejap, Liu Yu menangkap perasaan lembut sekilas di matanya. Sukuna tidak mengatakan apa-apa, Megumi pun sama, dan kata-kata tampak terlalu berlebihan bagi mereka.

Megumi memperhatikan lengan bawah Sukuna yang kuat membungkus otot-otot berbentuk gelendong bergerak di bawah kulit, dan secara bertahap berhenti berpikir. “Kalau begitu bantu aku, selesaikan semuanya,” gumam Megumi.

Hubungan seks timbal balik datang terlalu kuat, dan keduanya dengan gila-gilaan memintanya, mencoba menebus sepuluh tahun yang hilang. Tangisan dan desahan kacau Megumi tampaknya menjadi obat yang baik untuk merangsang Sukuna. Dia membalikkan Megumi dengan mudah, dan penis yang terkubur di tubuhnya memantul terus menerus dengan getaran berjalan, menghancurkan lebih dalam dan lebih dalam.

Suara Megumi mulai menjadi manis dan berminyak, dan air mata fisiologisnya mengalir tanpa henti. Di bawah tekanan kekuatan absolut, tubuh bagian bawah Megumi mengejang tak terkendali lagi. Setelah orgasme yang tak terhitung jumlahnya sampai dia hampir kehilangan kesadaran, tubuhnya yang kejang akhirnya dipenuhi dengan cairan cinta yang kental dan panas. Sukuna mengambil napas dalam-dalam kepuasan, memeluk tubuh ramping Megumi, menjaga postur terkubur di tubuhnya, menunggu perasaan kejang perlahan menghilang.

Megumi tersentak keras, tatapannya yang agak tidak fokus jatuh pada lengan yang melingkar di belakangnya. Kuat, kuat, seperti rantai yang menembus tulang belikat, mengikat lengannya di tikungan.

Dadanya yang berkeringat ditekan ke punggungnya, dan detak jantung yang hangat datang. Dengan naik turunnya napas orang di belakangnya, Megumi jatuh ke dalam keluhan dan kepuasan yang besar dalam pelukan Sukuna.

Setiap kali bertemu teman sekelas Sukuna, Megumi selalu dengan sabar menjelaskan bahwa mereka tidak bisa lebih bersih, tetapi setelah lebih dari sepuluh tahun, Megumi masih hafal nomor telepon Sukuna semasa SMA.

Pada malam ketika Sukuna pergi ke luar negeri, Megumi meminta bantuan Zenin Maki untuk mengetahui apakah nomor itu masih berguna. Setelah beberapa perjuangan yang sulit, mereka hanya mendapat bahwa itu menjadi misteri, keduanya tidak tahu apakah nomor itu masih digunakan, apakah berganti kepemilikan, dll., Sama seperti ketika mereka menghadiri upacara kelulusan disekolah, bahkan setelah lulus dari SMA sosok yang bergegas keluar dari gerbang sekolah, pergi ke luar negeri, menghilang tanpa jejak. Megumi tidak tahu apa-apa.

Megumi memutar untuk berhadapan dengan kekasih masalalunya dan beristirahat di pelukan Sukuna.

Megumi mengubah dirinya ke posisi yang nyaman, sementara bahunya di hujani ciuman, turun sampai ke siku. Ada sentuhan lengket dan hangat dari bibir Sukuna, dan seluruh tubuhnya terbungkus dalam napas panas, yang dulu terlalu dia kenal. 'Setelah bertahun-tahun, saya kembali dengan cinta pertama saya, dan darinya saya bisa merasakan keputusasaan dan ketulusan yang tidak bisa saya rasakan ketika saya masih remaja.'

Sukuna mengencangkan lengannya lagi, dia ingin memeluk Megumi begitu keras sehingga daging dan darahnya meleleh ke dalam tubuhnya, dan dia tidak tahan untuk menyentuh tulang dan jari Megumi yang rapuh. Sukuna berpengalaman dalam ketidak kekalan hal-hal di dunia, dan keindahan saat ini bisa mati dengan angin selama dia melepaskannya. Dia pikir dia sudah siap, tapi sekarang dia bingung lagi.

Dia memeluk Megumi dan tidak tahu harus berbuat apa, Megumi juga berbaring di lengan Sukuna dengan hampa, dan keduanya diam-diam menunggu mimpi indah ini bangun.


Sukuna tidak tahu berapa lama ia tidur, ketika cahaya matahari menembus celah tirai, Sukuna membuka matanya.

Dia sepertinya memiliki mimpi panjang, di mana cinta terpanasnya masih ada. Tadi malam, dia membuka matanya lagi, seolah-olah seumur hidup, kenyataan di depannya membuatnya merasakan kekosongan yang tak terkendali.

Tidak ada seorang pun di sampingnya, dia melirik arlojinya dengan lelah dan menemukan bahwa masih terlalu dini bagi Megumi untuk pergi ke bandara. Dia buru-buru memakai celananya dan keluar dari kamar.

Ruang tamu redup, dan Megumi sedang duduk di sofa menonton TV dengan punggung menghadap ke arahnya. Leher ramping terlihat dari bagian belakang sofa tebal, dan tulang belakang melayang di bawah kulit tipis, dan tepi putih kebiruan terpikat oleh lampu neon TV, Megumi adalah keindahan duniawi yang tampak rapuh dan tidak nyata.

Sukuna berjalan mendekat dan mencium lehernya. “Kenapa bangun pagi sekali, kita masih punya waktu.”

Megumi tidak menjawab. Dia hanya mengenakan kemeja putih besar Sukuna, memancarkan aroma tembakau, alkohol, dan cinta. Di bawah bajunya, bekas gigi dan cupang di sekujur tubuhnya terlihat samar-samar, dan air mani yang kering tertinggal di antara kedua kakinya. Dia tampaknya tidak keberatan dengan apa yang terjadi padanya, dan dia bahkan tidak ingin membersihkan jejak yang ditinggalkan oleh Sukuna. Dia hanya menonton TV dengan tenang, dan sepertinya tidak ada hal lain yang memengaruhinya sama sekali.

Sukuna mengikuti pandangannya dan mengangkat kepalanya. Di TV, kamera wawancara mengejar seorang pria paruh baya yang tinggi dan menanyakan sesuatu. Pria itu tersenyum sopan dan menjawab: “Ya, ini adalah tahun kelima pernikahan kami.”

“Dia sangat menghormati saya dan memperlakukan saya dengan sangat baik.” Sukuna menatap sosok yang dikenalnya di TV. Darah yang mengalir ke atas kepalanya tadi malam mulai memudar, jalur yang menyimpang diperbaiki, dan dia secara bertahap memulihkan akal sehatnya.

Orang-orang di TV terus berkata: “Haha...Tentu saja, aku juga mencintainya.” Ada keributan di sekitar, dan orang-orang menunjuknya ke arah kamera. Pria itu ragu-ragu, dan segera mengangguk dengan senyum malu-malu.

“Ini benar-benar ... oke, oke, aku berkata, bukan karena aku tidak mengatakannya.” Dia melihat ke kamera, sepasang mata tersenyum lembut bersinar.

“Sukuna, aku mencintaimu.” “Kembalilah, aku merindukanmu.”

Jam di dinding berdetak, Sukuna melihat ke TV dan Megumi menatapnya. Ada terlalu banyak kebingungan, keengganan, dan ketidakberdayaan terhadap kenyataan dalam siaran itu.

Dalam perjalanan ke bandara, keduanya hanya diam Setelah mobil diparkir di tempat parkir bandara, Sukuna mengatakan bahwa ia akan mengantar ke ruang keberangkatan, tetapi Megumi menolak. Dia menyeret barang bawaannya lebih tinggi darinya keluar dari mobil, berpura-pura mengambil setiap langkah yang sulit dengan tenang Dia tahu Sukuna pasti melihat dirinya di belakangnya, tetapi dia dengan keras kepala tidak melihat ke belakang. Dan setiap langkah yang Megumi ambil, membuat nyawa sukuna terasa seperti terbakar, melebur keluar dari jiwanya.

Setiap orang membuat pilihan terbaik ketika mereka mencapai persimpangan jalan, tetapi akhir ceritanya sepertinya selalu mengandung terlalu banyak penyesalan. Orang-orang telah dibongkar dan dibentuk oleh peluang dan kebetulan yang tak terhitung jumlahnya, Haruskah mereka disebut takdir atau kehidupan?


Ceritamu sudah usang, ditaruh di gudang hingga berdebu. Tidak saya buang. Supaya sewaktu-waktu bisa dilihat kembali betapa meninggalkanmu adalah hal terberat dan terbaik yang pernah saya lakukan

stories from the past


Megumi kala itu sangat panik. Ia berusaha menjelaskan pada pria itu tentang dirinya yang sebenarnya.

“Ummm ... Tuan ... Tuan ... aku tidak.. aahhh!” Kalimat itu menjadi sia-sia ketika Sukuna justru mengecup cepat lehernya, meremas beberapa bagian yang menonjol di tubuhnya.

Megumi kian meleguh dan bergerak tidak nyaman ketika Sukuna berusaha melepas kait roknya. Ia terbuai. Bagaimanapun, Megumi masih seorang bocah laki-laki menjelang 17 tahun, tak pernah disentuh atau menyentuh dan ketika seseorang menyentuhnya, apa yang harus dilakukan?

Ia hanya bisa berontak sebisanya tapi tenaganya kalah jauh dibanding lelaki tinggi tegap dengan perawakan atletis ini.

Cumbuan Sukuna memabukkan, bahkan kala penutup terakhir bagian bawah tubuh Megumi dilucuti, Megumi tidak sanggup melawan.

Sukuna mengecup daerah telinga Megumi dan berbisik, “Sepertinya jalang ku sudah siap.” Yang mendapat respon gelengan hebat dari Megumi.

“Jangan.. Tuan... lepaskan hiks.. saya...”

Tanpa aba-aba Sukuna langsung menghentakkan penisnya ke lubang Megumi, disusul dengan gerakan yang sangat brutal, mebuat Megumi berteriak dan menangis tanpa suara.

Megumi menangis dan merintih seorang diri. Lelaki di atasnya bergerak sangat cepat, sangat dalam sembari meracau tidak jelas, menyumpah serapahi entah siapa. Ia berusaha melepaskan dirinya tapi tenaganya semakin lemah, yang Megumi ingat, lelaki itu jatuh tak sadarkan diri setelah melepaskan sesuatu di dalam tubuhnya. Jatuh terlelap di atas tubuh kurus Megumi.

Sesaat Megumi tertegun dan dengan sisa tenaganya ia mendorong paksa tubuh yang lebih besar itu. Megumi terdiam beberapa waktu sebelum kemudian bangun dari posisinya, menahan rasa sakit di bagian bawah tubuhnya, memasang pakaian yang terlepas dan membenahi dirinya.

Ia ingat saat itu ia tidak bisa berjalan dengan baik, Megumi keluar dari ruangan dengan menyeret tubuh lemahnya. Megumi tahu dirinya bukan anak gadis yang harus meratapi berlebihan hal tersebut.

Butuh jutaan usaha untuk keluar dari club, mencoba mengabaikan para pria iseng yang menggodanya, mengabaikan sahabat-sahabatnya yang entah berada di bagian mana di club itu.

Secara tiba-tiba Megumi ditahan lalu dilemparkan ke lantai dimana ada 15 pria mengelilingi nya dengan wajar birahi. “Mau pergi kemana manis? Ayo bersenang-senang dengan kami.”

“JANGAN MENDEKAT! Atau aku akan bunuh diri.” Ancam Megumi dengan suara yang diliputi keputusasaan. Namun ancamannya sia-sia ketika ia dengar kelima belas pria yang mengelilingi nya tertawa keras dan salah seorang berkata bahwa mereka tidak masalah memperkosa mayat jika mayatnya begitu indah dan cantik seperti Megumi.

Dengan penuh perjuangan, Megumi berdiri mengambil sebuah botol, melemparkannya ke wajah salah seorang disana, membuat para pria itu murka.

“KAU MAU MATI?!”

Sebilah belati diacungkan di depan wajah Megumi. Ia tahu jika ia harus menghindar. Ia tahu ancaman pria itu tidak main-main ketika bahu kirinya robek terkena tikaman belati lelaki.

Maka bersama sisa-sisa kekuatannya, remaja lelaki itu segera bangun dari posisinya, berjalan terseok untuk keluar.

Mereka mengejar! Megumi berlari keluar melewati pintu club, menyusuri jalanan malam, kelima belas pria itu terus mengejar.

Mereka semakin mendekat dan Megumi nyaris tertangkap kala tiba-tiba tubuhnya ditarik ke sisi jalan yang gelap, mulutnya dibekap. Aroma parfum yang sangat dikenalinya tercium. Perasaan Megumi menjadi tenang.

“Pssttt ... ini kita, kau kenapa pulang tanpa memberitahu?”

Itu Nobara, sahabatnya. Kala itu Maki dan Nobara kebingungan mencari Megumi yang lepas dari pengawasan mereka, ditambah Toge yang secara tiba-tiba diseret Yuuta entah kemana.

Megumi menangis keras, membuat siapapun yang mendengar tangisannya merasa hati mereka tercabik-cabik.

“Jangan menangis, mari pulang.”

Malam itu Megumi dibawa pulang ke rumah Nobara. Ibu Nobara sendiri yang merawat lukanya.

Megumi menceritakan semua yang dialaminya pada kedua sahabatnya, semua yang terjadi antara dirinya dan Ryomen sukuna, Hiu besar dunia bisnis. Menceritakan ia hampir diperkosa secara bergiliran oleh banyak pria di club.

Sepanjang malam Megumi menangis bisu di dalam pelukan sang sahabat. Menangisi semua kesialan hidupnya.

Tak banyak yang bisa dilakukan oleh Nobara selain meminta maaf berulang-ulang dan mencoba menguatkan Megumi.

“Aku berjanji Megumi, apapun yang terjadi padamu aku tidak akan meninggalkanmu! aku akan tetap bersamamu, aku akan membantumu.”

“Aku akan membantumu, jika nanti kau tiba-tiba mengandung akibat kejadian ini, aku akan menyihir Yuuji supaya mau menjadi ayah bagi anak itu.”

Membayangkan jika ia hamil dan Yuuji menjadi ayah dari anaknya, Megumi hanya terkekeh.

Tapi bulan berikutnya, semua yang dikatakan Nobara menjadi kenyataan. Semua berawal dari Megumi yang pingsan di sekolah. Nobara mengambil inisiatif untuk membawa Megumi pulang.

Ketika sakit Megumi tak kunjung sembuh, ia menjadi lemah dan terus sakit-sakitan serta emosinya tak terkontrol. Maka Nobara dan Maki memutuskan untuk membawa Megumi ke sebuah klinik.

Dokter di sana sempat menatap aneh pada Megumi sebelum kemudian merujuknya ke sebuah rumah sakit untuk bertemu dengan seorang dokter.

Dan kenyataan yang harus Megumi hadapi kemudian adalah, dia dinyatakan positif hamil.

“Megumi... Megumi... Hallo? Kamu bisa mendengar ku? Megumi...?”


“Megumi... Megumi... Hallo? Kamu bisa mendengar ku? Megumi...?”

Sukuna menepis tangan Yuuji yang menepuk-nepuk pipi Megumi, mencoba sadarkan pria cantik itu.

“Apasih Kak, gue cemas banget nih, Gumi belom sa-”

“Dia menangis dalam tidurnya..”

”-dar... Hah?”

Yuuji tidak memperhatikan hal itu sebelumnya. Benar saja, liquid bening meluncur tanpa henti dari kedua sisi mata Megumi yang terpejam.

Hati Sukuna sakit melihat ini, namun ia berusaha untuk tidak peduli.

Mata megumi terbuka secara perlahan. Yuuji dengan sigap mengambil gelas air dan memberikan nya kepada Megumi yang langsung Megumi habiskan tanpa tersisa.

“Terimakasih Yuuji, dan....”

Melihat wajah sukuna, badan Megumi gemetar, namun dirinya tidak se takut seperti pada awalnya.

Sukuna menghela napas berat, “Sebenarnya aku ingin bertanya apa yang membuatmu takut padaku. Karena kita tidak pernah bertemu sama sekali, dan aku Yakin aku tidak pernah berbuat hal keji padamu. Tapi lupakan saja, nanti kutanyakan jika kita bertemu lagi. Sekarang beristirahat lah dahulu, semoga lekas membaik.”

Sukuna menepuk bahu Megumi, penasaran dengan reaksi lawan. Ternyata Megumi memang takut kepadanya. Tanpa melepaskan tangannya dari bahu Megumi, Sukuna menyuruh Megumi menuruti instruksinya seperti mengambil nafas, menahan sebentar kemudian membuangnya, dan menyuruh Megumi merasakan sentuhan tangan di bahunya sembari menatap wajah Sukuna, dan hal-hal terapis lain.

Secara ajaib rasa takut Megumi berangsur-angsur memudar. Entah faktor rasa trauma itu sudah berlalu sangat lama, entah apa.

“Hmm, bagus, tapi aku masih penasaran dengan alasannya. Baiklah aku pergi dulu. Sampai ketemu lain kali. Yuuji, temani sahabatmu.”

Yuuji mengangguk patuh.

post-traumatic stress disorder


HP Sukuna bergetar di saku celananya. Menyimpan gelas wine di meja bar, Sukuna ambil HP nya dan langsung menerima panggilan itu.

“Ya ada ap-

KAK UNA! MINGGU INI LO HARUS DATENG KE ACARA PESTA KELUARGA, GA ADA ALESAN! POKOKNYA LO HARUS DATENG.

Sukuna menjauhkan HP nya dari telinga, namun tetap saja suara adiknya, Yuuji, masih terdengar keras “Iya.. iya... Minggu pagi gue dateng ke Mansion, ok-”

ACARANYA MALEM NGAPAIN DATENG PAGI? DASAR GOBLOK. POKOKNYA LO HARUS DATENG MINGGU MALEM. NANTI JAM 6 SORE GUE SURUH BODYGUARD KAKEK BUAT MANTAU RUMAH LO. KALO SAMPE JAM 7 MALEM GUE GAK LIAT BATANG IDUNG LO, GUE BAKALAN SURUH MEREKA NYERET LO SECARA PAKSA KE SINI.

Panggilan itu diputus secara sepihak oleh Yuuji.


Sepanjang perjalanan Megumi hanya diam dan melamun. Sorot matanya jika digali lebih dalam, itu menyimpan berjuta-juta rasa sakit dan tersiksa yang luar biasa. Satoru memang sudah terbiasa melihat 'anak'nya seperti ini, tetapi sebagai 'orang tua' ia tentu ada keinginan untuk mengembalikan cahaya yang hilang dari wajah Megumi.

Malam ini mereka berdua datang ke acara Keluarga Itadori. Hanya berdua. Sudah hampir 5 tahun sejak Gojo Satoru bercerai dengan suaminya, Fushiguro Toji dan Megumi tinggal bersamanya.

“Ayo, Gumi. Udah sampe.”

Megumi cuma ngangguk terus keluar dari mobil.

“Papa ketemu temen dulu ya? Gumi langsung ke Yuuji aja.” kata Satoru ketika melihat Nanami dan Shoko sedang berbincang bersama Tuan Tua Itadori.

“Iya, Pah.” Megumi jalan sambil mencari sahabatnya itu, dan kebetulan sekali dia berpapasan dengan Yuuji .-di dekat meja alcohol- yang juga mencarinya.

“Eh Gum, akhirnya dateng, cantik banget as always.”

Megumi hanya tersenyum manis, buat Yuuji semakin gemas pada pemuda didepannya.

“Oh iya Gumi, gue tinggal dulu bentar gapapa ya? Mau nyariin paman gue dulu.”

“Ok, aku bakal stay disini kok gak kemana-mana.”

“Makasih Gum.. bentar yaa.. janji jangan kemana-mana.”

Megumi tertawa kecil melihat tingkah kekanakan Yuuji. Ahh dia tidak pernah berubah.

Selepas kepergian Yuuji, ia melirik gelas-gelas alcohol ringan didekatnya yang tampak tengah merayu untuk dinikmati. Sungguh Megumi ingin menegaknya karena bosan, tetapi mengingat kadar toleransi nya yang rendah terhadap alcohol sekalipun itu ringan, Megumi sempat meragu, namun pada akhirnya ia tetap menyesap minuman berwarna merah darah itu sedikit demi sedikit sampai habis.

Tak lama Megumi merasa kepala nya agak pusing, beruntung ia masih memiliki kesadaran. Berniat menghampiri Papanya, namun sial Megumi yang menunduk tak sengaja menabrak dada bidang dan kokoh milik seseorang.

Baru saja Megumi ingin meminta maaf kepada orang yang telah dia tabrak, tetapi ketika mendongak dan melihat wajar orang itu, lidahnya menjadi kelu.

Berangsur-angsur kepala Megumi menjadi sangat pening, nafasnya tertahan di tenggorokan, dadanya panas, perut bergejolak sakit, pikirannya tidak lagi jernih, keringat dingin mulai mengucur.

Anxiety disorder

“Hallo, permisi, anda tidak apa-apa kan?”

Megumi masih bisa mendengar suara itu, suaranya masih sama. Suara yang selalu terngiang-ngiang di kepalanya walaupun sudah 5 tahun berlalu. Suara yang membuat Megumi terjun bebas ke titik paling hancur dalam hidupnya. Pria itu..

. . .

Ryomen Sukuna.

Tidak salah lagi.

Tak kuasa menahan rasa sakit, badan Megumi limbung dan untung saja ditahan oleh pria di depannya, Sukuna. Ketika seluruh penglihatan nya menggelap, sebuah kilasan memori muncul dalam ketidaksadaran Megumi..

5 tahun lalu, ia hanyalah seorang anak SMA yang sekedar tahu bermain-main bersama teman.


“HEH! ELU GUE CARIIN DARI TAD- LHO SAHABAT TERCINTA GUE LO APAIN KAK SUKUNA!!!!....”

Toge mengedipkan sebelah matanya untuk menyemangati Megumi.

“Megumi! Gue, Nobara ama Toge nunggu disini ya”

Itu kata-kata Maki. Megumi ingat ia berjalan di antara asap rokok dan aroma alkohol. Ditatapi pandangan mesum para pria di sana. Matanya mencari-cari pria yang kemungkinan bisa diajak berbicara. Semua menatap mesum dan remeh, Megumi jadi takut meskipun ia seorang lelaki.

Setelah lama berputar-putar ia memutuskan berjalan menuju ke arah yang dilabeli tempat khusus, disana ada empat orang pria yang salah satunya dikenali Megumi.

'Okkotsu Yuuta? Senior kelas 12 sedang apa disini? ... Tempat khusus?.. Apa hubungan dia dan ketiga orang lain?'

Ingin Megumi berbalik ke tempat sahabatnya untuk memberi tahu hal ini, namun saat itulah matanya tertuju pada sosok tampan bertattoo yang sedang duduk melihat ke arahnya. Mata pria itu terkadang tertutup, kadang terbuka.

Megumi melihat pria itu nampak tak acuh pada sekelilingnya. Ia bahkan mengabaikan saja gadis-gadis yang mendekatinya dan membuat para gadis itu pergi dengan rasa kecewa.

Megumi memberanikan diri mendekatinya.

Semakin dekat...

Akhirnya mengambil posisi duduk di sisi si tampan, entah kenapa Megumi merasa cukup familiar dengan wajah ini.


Sukuna tidak tahu apa yang merasuki dirinya sehingga tertarik dengan bocah berambut hitam dari foto yang dikirim Suguru kemudian tergiur pergi ke club favorit mereka,

Club yang diperuntukkan khsus 21 tahun ke atas. Yah, terkecuali jika anda punya uang, maka semuanya beres. Okkotsu Yuuta contohnya.

Sejak awal, dari meja bartender hingga duduk di sofa khusus dia dan teman-temannya, Sukuna tidak pernah berhenti mengamati pemuda lugu bersurai hitam itu. Bertanya-tanya dalam hati apa yang akan ia lakukan disini.

Sukuna menghela nafas kecewa melihat pemuda kesayangannya barusan pergi keluar, ohh jadi untuk apa dia kesini kalau alasan Sukuna bersenang-senang sudah pergi?

Melampiaskan emosi, Sukuna menegak minuman memabukkan itu dengan cepat.

Suguru yang melihatnya tertawa keras. Setelah puas ia mengejek, “Ow oww santai bung, anda terlalu liar.”

“Ck... Udah gak minat gua.” Kata Sukuna dengan ketus.

“Hahaha santai-santai, siapa tahu tu anak balik lagi kesini. Liat, temen-temennya keliatan nungguin sesuatu.

Eh yut, gak nyamperin Majikan Kecil lo?”

Yuuta menyeringai licik, “Entar bang, nunggu moment.”

Kemudian Suguru melirik ke arah Mahito dengan wajah datar melihat pria itu sudah terbang ke alam mimpi. What the hell, orang sinting mana yang datang ke club buat tidur.

Kembali ke Sukuna yang merasa patah hati, tanpa sadar ia telah menghabiskan banyak botol alcohol dosis keras hanya karena pemuda cantik itu? Namun siapa peduli.

“Oh iya bang, ngomong-ngomong dia namanya Megumi, adek kelas gua. Dia temennya ponakan lo si Yuuji.” Ujar Yuuta yang tentu saja tidak bisa didengar Sukuna yang sudah mabuk berat.

Pikirannya sudah tidak bisa fokus, yang ditunggu tak kunjung datang. Dalam keadaan nya yang hampir kacau total, banyak emosi tercampur-aduk di kepala Sukuna. Ah sial, problematik keluarga Kaya raya.

Samar-samar ia melihat seorang wanita yang sangat cantik berjalan ke arahnya, tampak pemberani namun mata lugu dan bening nya tidak bisa bohong. Wajahnya mirip pemuda yang hilang tadi.

Siapa? Kembarannya?

Suguru mengernyitkan dahi, merasa ia pernah melihat gadis yang berjalan ke arah mereka. Sementara Yuuta beranjak pergi entah mau berbuat apa.

Melihat ternyata gadis super cantik yang ia hampir kira jelmaan bidadari ini menghampiri Sukuna, setitik rasa kecewa muncul di benak Suguru. “Yah, sayang banget dia datengin lo suk. Suk? Heh sadar lo. Yaudah gue nganterin Mahito balik dulu. Selamat bersenang-senang.”

Dan dengan sengaja ia meremas bokong sintal Megumi. Buat 'gadis' itu merona hebat. Dan tentunya hal ini memancing rasa kaget Suguru. Ia jadi penasaran terhadap gadis ini namun urungkan niatnya setelah melihat 'Kode rahasia' dari sukuna. Dan Suguru pergi menyisakan dua insan yang entah akan berakhir seperti apa.

“Tuan, apa kau sendirian?”

Ketika akhirnya 'gadis' itu berbicara kepada Sukuna, suaranya terdengar sangat menggoda. Seperti afrodisiak alami yang mampu merangsang nafsu tiap sepatah kata nya.

Tidak tahan, Sukuna ingin membawa gadis itu ke ranjang, membantingnya, menelanjanginya, menikmati, memuja dan merusaknya sampai 'gadis' itu memohon ampun yang teramat sangat. Kemudian jika sudah puas tentu akan Sukuna buang seperti barang tidak berharga.

Gadis ini hanyalah calon sampah bagi Sukuna.

Namun ketika menatap iris zamrud nya, hati Sukuna berdesir.

Sihir jenis apa ini?

Menggelengkan kepala, Sukuna mencoba mengusir sesuatu yang abnormal barusan dari kepalanya, dan berusaha membalas pertanyaan sang 'gadis' dengan rayuan telak,

Namun sudah terlambat. Sukuna terlalu mabuk berat. Ah biarkan saja sisi bawa sadar nya mengambil alih.


“Tuan, apa kau sendirian?”

“Hmmm ....”

“Mau kutemani?”

Kala itu Megumi merasa dirinya persis seperti slut dalam film yang sering ditonton Nobara. Si pria tak merespon, ia justru menenggak lagi minumannya. Saat itulah ponsel Megumi berbunyi. Sebuah pesan dari Maki ....

“Bagus, dekati dia dan tanyakan namanya  kalau perlu minta nomor ponselnya!”

Megumi mendengus kesal. Jangankan mendekati orang mabuk, mendekati orang waras saja Megumi kesusahan.

Banyak sapaan dan kalimat tanya yang dilontarkan Megumi untuk pria itu tapi tak ada satupun yang dijawab, pria ini hanya menatapnya dengan pandangan antara sayu dan mengantuk.

Karena bosan, Megumi berniat mencari target baru. Tapi siapa sangka saat Megumi berdiri dan hendak pergi, lengan kurusnya ditarik sampai tubuhnya terhempas masuk ke dalam dekapan tubuh atletis itu. Megumi tak sanggup berontak, semua terjadi dengan cepat.

Tubuh Megumi ditangkap dan disentakkan sampai kemudian jatuh terduduk di atas pangkuan tegap itu. Pinggang rampingnya direngkuh.

Wajah mereka sangat dekat, Megumi dapat mencium aroma alkohol menyengat dari bibir pemuda itu.

“Cantikku, kenapa kau berniat pergi setelah menggodaku mati-matian? Nakal sekali hmm?”

Pria itu langsung menyambar bibir ranumnya. Mencuri ciuman pertama Megumi. Melahap rakus bibirnya .... Dalam ciuman sensual mereka, megumi merasa seluruh sarafnya melemas.

“Kau tahu, Kakekku ingin agar aku menjadi penggantinya, kau tahu? aku ini masih muda. Belum saatnya aku diberi beban seberat itu!”

Tangan lain pria itu mengelus paha dalam Megumi dengan gerakan memutar. Megumi panik dalam diam.

“Rok yang bagus, pakaian yang sexy, sangat sexy. Kau ... cantik, siapa namamu?” Ia bertanya tapi matanya kadang tertutup kadang terbuka. Jelas pria ini tidak dalam keadaan waras. Megumi tak menjawab.

“Aku Ryomen Sukuna, kau tahu Ayahku? Si Tua Bangka itadori, orang tua kaya raya yang tidak memberi anaknya ini kelonggaran untuk menikmati masa muda! Tapi aku tidak peduli tentu saja. Aku akan biarkan seluruh warisan Itadori untuk keponakanku tersayang. Sementara aku memutuskan .. untuk hidup dengan marga mendiang ibuku...-

Sukuna menenggak alcohol lagi kemudian melanjutkan racauan nya

“Dan hidup bergelimang harta sebagai Ryomen. Namun Ayahku ingin aku menggabungkan kedua perusahaan, berengsek. Tentu saja aku tidak sudi. Dia ingin Yuuji hidup nyaman tapi malah menyusahkanku. Ini pembodohan, Yuuji masih akan menderita di keluarga selama masih ada orang orang sial itu. Aku akan mendidik keponakanku sendiri sehingga posisinya dalam keluarga aman. Kau tahu cantik? Inilah cerita mengapa aku tidak menggunakan Itadori, dan aku hidup sebagai Ryomen Sukuna.”

Megumi terkejut, ia sangat syok mendengar penuturan panjang pria ini. Tahulah Megumi di mana ia merasa pernah melihat wajah tampan nya. Tentu saja karena ini adalah Ryomen Sukuna yang tersohor itu. Pria tampan owner tunggal Ryomen inc. Dan anak tunggal dari Konglomerat Tuan Tua Itadori pasca meninggalnya ayah Yuuji. Ryomen Sukuna.... Paman Yuuji.

Megumi menggelengkan kepalanya, sisi warasnya tertampar, ia ingin melepaskan diri dari rengkuhan pria tampan ini. Bukan hanya karena Megumi takut, tapi juga Megumi tak ingin berurusan dengan keluarga konglomerat itu. Tapi kenyataannya adalah,

...rengkuhan itu semakin erat.

Sukuna yang mabuk dan lupa segalanya, menggigit sensual telinganya, dan mengecupi leher jenjangnya, membuat pemuda yang belum genap 17 tahun itu mengerang protes.

Suara erangan itu diartikan lain oleh Sukuna yang sedang mabuk berat. Megumi ingin menolak tapi tenaga Sukuna jauh lebih besar, pun ketika pria itu menggendongnya bridal menjauhi kerumunan orang-orang mabuk, ia tak mampu melepaskan diri.

'Ayah, Kak Satoru.. tolong Megumi'

post-traumatic stress disorder


HP Sukuna bergetar di saku celananya. Menyimpan gelas wine di meja bar, Sukuna ambil HP nya dan langsung menerima panggilan itu.

“Ya ada ap-

KAK UNA! MINGGU INI LO HARUS DATENG KE ACARA PESTA KELUARGA, GA ADA ALESAN! POKOKNYA LO HARUS DATENG.

Sukuna menjauhkan HP nya dari telinga, namun tetap saja suara adiknya, Yuuji, masih terdengar keras “Iya.. iya... Minggu pagi gue dateng ke Mansion, ok-”

ACARANYA MALEM NGAPAIN DATENG PAGI? DASAR GOBLOK. POKOKNYA LO HARUS DATENG MINGGU MALEM. NANTI JAM 6 SORE GUE SURUH BODYGUARD KAKEK BUAT MANTAU RUMAH LO. KALO SAMPE JAM 7 MALEM GUE GAK LIAT BATANG IDUNG LO, GUE BAKALAN SURUH MEREKA NYERET LO SECARA PAKSA KE SINI.

Panggilan itu diputus secara sepihak oleh Yuuji.


Sepanjang perjalanan Megumi hanya diam dan melamun. Sorot matanya jika digali lebih dalam, itu menyimpan berjuta-juta rasa sakit dan tersiksa yang amat sakit. Satoru memang sudah terbiasa melihat 'anak'nya seperti ini, tetapi sebagai 'orang tua' ia tentu ada keinginan untuk mengembalikan cahaya yang hilang dari wajah Megumi.

Malam ini mereka berdua datang ke acara Keluarga Itadori. Hanya berdua. Sudah hampir 5 tahun sejak Gojo Satoru bercerai dengan suaminya, Fushiguro Toji dan Megumi tinggal bersamanya.

“Ayo, Gumi. Udah sampe.”

Megumi cuma ngangguk terus keluar dari mobil.

“Papa ketemu temen dulu ya? Gumi langsung ke Yuuji aja.” kata Satoru ketika melihat Nanami dan Shoko sedang berbincang bersama Tuan Tua Itadori.

“Iya, Pah.” Megumi jalan sambil mencari sahabatnya itu, dan kebetulan sekali dia berpapasan dengan Yuuji .-di dekat meja alcohol- yang juga mencarinya.

“Eh Gum, akhirnya dateng, cantik banget as always.”

Megumi hanya tersenyum manis, buat Yuuji semakin gemas pada pemuda didepannya.

“Oh iya Gumi, gue tinggal dulu bentar gapapa ya? Mau nyariin paman gue dulu.”

“Ok, aku bakal stay disini kok gak kemana-mana.”

“Makasih Gum.. bentar yaa.. janji jangan kemana-mana.”

Megumi tertawa kecil melihat tingkah kekanakan Yuuji. Ahh dia tidak pernah berubah.

Selepas kepergian Yuuji, ia melirik gelas-gelas alcohol ringan didekatnya yang tampak tengah merayu untuk dinikmati. Sungguh Megumi ingin menegaknya karena bosan, tetapi mengingat kadar toleransi nya yang rendah terhadap alcohol sekalipun itu ringan, Megumi sempat meragu, namun pada akhirnya ia tetap menyesap minuman berwarna merah darah itu sedikit demi sedikit sampai habis.

Tak lama Megumi merasa kepala nya agak pusing, beruntung ia masih memiliki kesadaran. Berniat menghampiri Papanya, namun sial Megumi yang menunduk tak sengaja menabrak dada bidang dan kokoh milik seseorang.

Baru saja Megumi ingin meminta maaf kepada orang yang telah dia tabrak, tetapi ketika mendongak dan melihat wajar orang itu, lidahnya menjadi kelu.

Berangsur-angsur kepala Megumi menjadi sangat pening, nafasnya tertahan di tenggorokan, dadanya panas, perut bergejolak sakit, pikirannya tidak lagi jernih, keringat dingin mulai mengucur.

Anxiety disorder

“Hallo, permisi, anda tidak apa-apa kan?”

Megumi masih bisa mendengar suara itu, suaranya masih sama. Suara yang selalu terngiang-ngiang di kepalanya walaupun sudah 5 tahun berlalu. Suara yang membuat Megumi terjun bebas ke titik paling hancur dalam hidupnya. Pria itu..

. . .

Ryomen Sukuna.

Tidak salah lagi.

Tak kuasa menahan rasa sakit, badan Megumi limbung dan untung saja ditahan oleh pria di depannya, Sukuna. Ketika seluruh penglihatan nya menggelap, sebuah kilasan memori muncul dalam ketidaksadaran Megumi..

5 tahun lalu, ia hanyalah seorang anak SMA yang sekedar tahu bermain-main bersama teman.


“HEH! ELU GUE CARIIN DARI TAD- LHO SAHABAT TERCINTA GUE LO APAIN KAK SUKUNA!!!!....”

post-traumatic stress disorder


** post-traumatic stress disorder **


post-traumatic stress disorder