post-traumatic stress disorder


HP Sukuna bergetar di saku celananya. Menyimpan gelas wine di meja bar, Sukuna ambil HP nya dan langsung menerima panggilan itu.

“Ya ada ap-

KAK UNA! MINGGU INI LO HARUS DATENG KE ACARA PESTA KELUARGA, GA ADA ALESAN! POKOKNYA LO HARUS DATENG.

Sukuna menjauhkan HP nya dari telinga, namun tetap saja suara adiknya, Yuuji, masih terdengar keras “Iya.. iya... Minggu pagi gue dateng ke Mansion, ok-”

ACARANYA MALEM NGAPAIN DATENG PAGI? DASAR GOBLOK. POKOKNYA LO HARUS DATENG MINGGU MALEM. NANTI JAM 6 SORE GUE SURUH BODYGUARD KAKEK BUAT MANTAU RUMAH LO. KALO SAMPE JAM 7 MALEM GUE GAK LIAT BATANG IDUNG LO, GUE BAKALAN SURUH MEREKA NYERET LO SECARA PAKSA KE SINI.

Panggilan itu diputus secara sepihak oleh Yuuji.


Sepanjang perjalanan Megumi hanya diam dan melamun. Sorot matanya jika digali lebih dalam, itu menyimpan berjuta-juta rasa sakit dan tersiksa yang luar biasa. Satoru memang sudah terbiasa melihat 'anak'nya seperti ini, tetapi sebagai 'orang tua' ia tentu ada keinginan untuk mengembalikan cahaya yang hilang dari wajah Megumi.

Malam ini mereka berdua datang ke acara Keluarga Itadori. Hanya berdua. Sudah hampir 5 tahun sejak Gojo Satoru bercerai dengan suaminya, Fushiguro Toji dan Megumi tinggal bersamanya.

“Ayo, Gumi. Udah sampe.”

Megumi cuma ngangguk terus keluar dari mobil.

“Papa ketemu temen dulu ya? Gumi langsung ke Yuuji aja.” kata Satoru ketika melihat Nanami dan Shoko sedang berbincang bersama Tuan Tua Itadori.

“Iya, Pah.” Megumi jalan sambil mencari sahabatnya itu, dan kebetulan sekali dia berpapasan dengan Yuuji .-di dekat meja alcohol- yang juga mencarinya.

“Eh Gum, akhirnya dateng, cantik banget as always.”

Megumi hanya tersenyum manis, buat Yuuji semakin gemas pada pemuda didepannya.

“Oh iya Gumi, gue tinggal dulu bentar gapapa ya? Mau nyariin paman gue dulu.”

“Ok, aku bakal stay disini kok gak kemana-mana.”

“Makasih Gum.. bentar yaa.. janji jangan kemana-mana.”

Megumi tertawa kecil melihat tingkah kekanakan Yuuji. Ahh dia tidak pernah berubah.

Selepas kepergian Yuuji, ia melirik gelas-gelas alcohol ringan didekatnya yang tampak tengah merayu untuk dinikmati. Sungguh Megumi ingin menegaknya karena bosan, tetapi mengingat kadar toleransi nya yang rendah terhadap alcohol sekalipun itu ringan, Megumi sempat meragu, namun pada akhirnya ia tetap menyesap minuman berwarna merah darah itu sedikit demi sedikit sampai habis.

Tak lama Megumi merasa kepala nya agak pusing, beruntung ia masih memiliki kesadaran. Berniat menghampiri Papanya, namun sial Megumi yang menunduk tak sengaja menabrak dada bidang dan kokoh milik seseorang.

Baru saja Megumi ingin meminta maaf kepada orang yang telah dia tabrak, tetapi ketika mendongak dan melihat wajar orang itu, lidahnya menjadi kelu.

Berangsur-angsur kepala Megumi menjadi sangat pening, nafasnya tertahan di tenggorokan, dadanya panas, perut bergejolak sakit, pikirannya tidak lagi jernih, keringat dingin mulai mengucur.

Anxiety disorder

“Hallo, permisi, anda tidak apa-apa kan?”

Megumi masih bisa mendengar suara itu, suaranya masih sama. Suara yang selalu terngiang-ngiang di kepalanya walaupun sudah 5 tahun berlalu. Suara yang membuat Megumi terjun bebas ke titik paling hancur dalam hidupnya. Pria itu..

. . .

Ryomen Sukuna.

Tidak salah lagi.

Tak kuasa menahan rasa sakit, badan Megumi limbung dan untung saja ditahan oleh pria di depannya, Sukuna. Ketika seluruh penglihatan nya menggelap, sebuah kilasan memori muncul dalam ketidaksadaran Megumi..

5 tahun lalu, ia hanyalah seorang anak SMA yang sekedar tahu bermain-main bersama teman.


“HEH! ELU GUE CARIIN DARI TAD- LHO SAHABAT TERCINTA GUE LO APAIN KAK SUKUNA!!!!....”