Dentuman musik yang sangat keras menggema di setiap sudut ruangan. Lampu berbagai warna menghiasi tempat yang minim cahaya itu. Puluhan orang menari tanpa batas di dance floor tengah ruangan.
Bau alkohol dan berbagai minuman keras lainnya tercium dari tiap udara yang dihirup. Wanita-wanita 'nakal' juga terlihat menemani pria berhidung belang berdompet tebal yang berkunjung.
Disinilah Zhanghao sekarang.
Sebuah Bar tak jauh dari kediamannya. Menenggak minuman berwarna cerah. Menikmati ratusan racun masuk ke dalam tubuhnya melewati mengerang ketika cairan berwarna hijau itu telah berhasil mencapai bagian dalam tubuhnya.
Tertawa bersama teman-temannya dan juga beberapa wanita terlihat duduk di sebelah mereka.
Salah seorang dari wanita itu menyender di dadanya, mengusap pelan kemeja –atau lebih tepatnya tubuh- Zhanghao dengan sesekali menggodanya.
“Zhanghao. Kau yakin tidak mau bermain?” tanya seorang lelaki teman Zhanghao. Tolong artikan kata 'bermain' disini dengan makna tidak sebenarnya.
Zhanghao mengangkat bahunya dan menggeser tubuhnya dari wanita yang sedari tadi bergelayut manja dengannya.
“Entahlah. Aku tidak tertarik.” Jawabnya singkat kemudian kembali menenggak minuman di depannya.
“Demi apapun. Kau sudah kesekian kalinya datang kesini. Tapi kau sama sekali belum bersenang-senang disini.” Teman Zhanghao kembali berkata.
Zhanghao berdecak sebal dan menaruh gelas cocktail yang hanya tersisah separuh lagi ke meja.
“Bukan seperti itu caraku bersenang-senang.”
Pria itu kemudian menggeser tubuhnya mendekati Zhanghao dan memberikan sesuatu kepadanya.
“Mungkin kau akan membutuhkan ini nanti.” Katanya.
Mata tajamnya melihat-lihat sesuatu yang di berikan kepadanya.
Sebuah obat berbentuk tablet yang larut dalam air.
Obat untuk perangsang lebih tepatnya.
Entah untuk apa ia gunakan obat ini. tetapi tetap saja ia simpan.
Ia mengalihkan pandangannya ke arah meja bar. Mungkin segelas minuman bisa membuat moodnya lebih baik dari saat ini.
Secara tak sengaja matanya menangkap seorang pemuda manis tengah duduk di salah satu kursi dekat bartender. Terlihat seperti ia sedang menunggu sesuatu sambil meminum susu kotaknya dengan tenang.
Zhanghao sedikit tertawa kemudian bangkit dari tempatnya dan berjalan menuju meja bar.
“Kau mau kemana?” temannya kembali bertanya.
“bersenang-senang..” jawab Zhanghao singkat.
.
.
.
.
“Buatkan aku satu pimms” pinta Zhanghao pada sang bartender. “Oh iya jangan pakai alkohol. Ganti saja dengan lemonade.”
Bartender itu mengangguk dan segera membuatkan pesanan yang di pesan.
Sedikit melirik, Zhanghao mengambil tempat duduk di sebelah pemuda manis itu. Pemuda itu masih fokus pada susu kotak yang diminumnya.
Wajahnya terlihat lucu dan menggemaskan –di mata Zhanghao- tatapan lurusnya ke arah dance floor. Sesekali merubah ekspresi wajahnya ketika melihat hal aneh seperti orang berciuman di dance floor.
Jangan lupakan bibirnya yang mengerucut saat minum melalui sedotan susu kotaknya. Bibir yang penuh itu. Apakah manis saat ia mengecupnya nanti? Ow Zhanghao. Berhenti berkhayal.
“Hey. Siapa namamu?” tanya Zhanghao selembut mungkin. “apa yang kau lakukan disini?”
Merasa ada yang mengajaknya bicara, pemuda itu menoleh dan sedikit tersentak.
Sedikit menimang-nimang, apa boleh berbicara dengan orang asing? Ia kemudian membuka mulutnya.
“Namaku Sung Hanbin.” Jawabnya. Suaranya terdengar sangat pelan. “Aku sedang menunggu sepupuku.” Ia kembali meminum susu kotaknya.
Zhanghao mengangguk mengerti dan kemudian menatapnya lagi.
“Bukankah anak di bawah umur tidak boleh masuk? Kenapa kau bisa masuk kesini?” tanya Zhanghao lagi.
Pemuda itu –atau mari kita sebut Hanbin mulai sekarang- melepaskan sedotan dari mulutnya dan menggoyang-goyangkan kotak susunya. Memeriksa apakah masih ada minuman kesukaannya yang tersisa.
“Aku ini sudah sembilan belas tahun.” Kini sedotan susu kotaknya telah berada kembali di mulutnya. Meminum minuman menyehatkan itu hingga tak bersisa.
“Me –”
Baru saja akan memulai pertanyaan kembali,
“Silahkan pimms pesanan anda”
Bartender tersebut telah lebih dulu menyerahkan segelas minuman pada Zhanghao.
Dengan sengaja –atau mungkin tidak karena efek alkohol- ia memasukan obat pemberian temannya tadi ke pimms yang dipesannya.
“Kau mau mencobanya?” Zhanghao menyodorkan gelas tersebut ke arah Hanbin.
Ragu-ragu. Zhanghao bisa melihatnya. Hanbin ragu antara menerima tawarannya atau menolaknya.
“Jangan khawatir. Tidak ada alkohol sama sekali di dalamnya.” Tambahnya.
Hanbin menatap Zhanghao sekilas. Dengan sedikit keraguan yang tersisa, ia mengambil minuman itu dan menyesapnya sedikit.
“Bagaimana?” tanya Zhanghao.
Hanbin kembali menyesap sedikt pimms itu kemudian menoleh ke arah Zhanghao.
“Apa ini? lemon ya?” tanyanya yang dihadiahi anggukan pelan oleh lelaki yang baru dikenalnya beberapa menit lalu.
Zhanghao hanya mengangguk pelan. “Enak tidak?”
“Eum. Lumayan..” jawabnya.
Zhanghao hanya diam menatap dance floor bar tanpa berniat memulai pembicaraan lagi.
Bukan tak ada maksud ia hanya diam seperti itu. Menunggu reaksi mungkin.
Sesekali ia melirik Hanbin yang masih setia dengan pimms nya yang sesekali berjenggit saat merasa asam –tentu karena itu lemonade- kemudian mengalihkan lagi padangannya ke arah lain.
Sekali lagi. ia melirik ke arah Hanbin.
Hanbin baru saja meletakkan pimms nya yang masih tersisa separuh di atas meja bar. Bergerak gelisah dan tak nyaman di bangkunya. Sesekali ia memegang tengkuknya.
'gotcha!' batin Zhanghao.
Hanbin benar-benar terlihat tak nyaman sekarang. Bergerak kesana-kemari tak menentu. Melihat-lihat keadaan sekitar. Diam sejenak dan kembali bergerak gelisah.
Menyadari ada kesempatan emas yang tak mungkin di lewatkan, Zhanghao menggeser bangku bar yang ia duduki ke arah Hanbin.
“Kenapa kau gelisah seperti itu?” tanya Zhanghao –pura-pura- khawatir.
Hanbin mengalihkan pandangannya ke arah Zhanghao. Matanya terlihat sayu. Mukanya memerah entah karena apa.
“A –aku tidak tahu. aku m –merasa ada yang aneh.”
Smirk licik Zhanghao tertutupi saat ia memandang lembut ke arah Hanbin. Tangan kirinya ia bawa ke arah paha kanan pemuda manis itu dan mengusapnya pelan.
Sontak Hanbin terkejut dan semakin bergerak tak nyaman. Ia bahkan sempat melenguh pelan saat merasakan tangan Zhanghao tak sengaja menyentuh paha dalamnya.
Entah dorongan setan apa, Hanbin tanpa sadar menubrukkan dirinya di dada Zhanghao dan melingkarkan lengan kecilnya di leher sang pemuda.
'cepat sekali reaksinya.' Zhanghao kembali membatin.
Ia kemudian mengarahkan tangan kanannya ke punggung sempit Hanbin. Mengusapnya dengan arah memutar.
“Ada apa hmm?” ia meniup pelan belakang telinga Hanbin yang sontak membuat sang pemilik telinga meremas pelan kemeja putih yang dikenakan Zhanghao.
“Jawab aku. kau kenapa?” Zhanghao kemudian beralih mengecupi cuping telinga pemuda manis itu dan menggigitnya kecil.
“Nghh~” desahan pertama lolos dari mulut Hanbin begitu saja karena perlakuan Zhanghao.
Tanpa berkata lagi, Zhanghao mengangkat tubuh mungil itu ke luar bar tanpa persetujuan dari siapapun.
Entah refleks atau apa, Hanbin malah semakin menenggelamkan wajahnya di ceruk leher pria berambut hitam tersebut.
.
.
.
.
Belum satu menit mereka berdua meninggalkan bar, seorang pemuda berumur sekitar dua puluh lima tahun-an datang ke tempat mereka tadi sambil membawa beberapa buah buku di tangannya.
“Hanbinie, ini buku yang kau min –lho? Sung Hanbin dimana?”
Seseorang menyadari hilangnya Sung Hanbin.