RUBY BELLADONNA

desires

#desires


Tak pernah terbayangkan di benak Zhanghao kalau ia akan berdiri di sini. Di tengah ruangan yang diisi sekitar 20 orang. Berpostur ramping dan berpakaian terbuka. Di dalam ruang tari!

Niat awal ia ingin mencari pekerjaan sampingan biasa. Pekerjaan di belakang layar yang membutuhkan banyak tenaga fisik tetapi kenyataan malah menyeretnya ke tempat ini.

Dikatakan bahwa perayaan ini bukanlah sekedar perayaan biasa. Tapi juga ajang pemikat hati Pangeran Peringkat Pertama Negeri Cheoseon yang belum beristri. Momen spesial di mana para putri terbaik di Negeri ini maupun di luar berlomba-lomba menunjukan bakat mereka sekaligus berusaha menarik hati sang Pangeran yang rupawan. Lantas kenapa Zhanghao bisa terseret dalam arus ini?

Itu karena seorang petugas Kerajaan yang begitu melihatnya dari atas ke bawah, menilai dengan teliti, memvonisnya sepihak untuk di bawa ke dalam ruangan khusus para penari. Mengiranya adalah seorang bangsawan yang juga ingin berkesempatan menarik perhatian sang Pangeran.

Zhanghao merasa hari nya sangat sial.

Dan di sinilai dia. Berusaha menerima takdir yang ditentukan.

Melipat tangan di dada, ia menghela nafas panjang. Kalau dipikir-pikir ini tidak terlalu buruk. Zhanghao terkenal dengan kemampuan dan kecintaan nya terhadap seni. Dia sering menyaksikan beberapa pertunjukan dengan kedua orangtuanya. Jadi sedikit banyak ia tahu beberapa gerakan.

Berusaha optimis, Zhanghao tersenyum penuh determinasi. Yakin akan kemampuannya.

Tanpa menyadari tatapan hangat dari seorang lelaki berjubah hitam dari kejauhan.


Hari perayaan itu tiba. Di sepanjang jalan berkumandang suara musik yang menggema menyerukan kegembiraan. Penduduk setempat bersuka cita, anak-anak berlarian dengan tawa gembira menambah kesemarakan Negeri Cheoseon.

Gerbang baja itu terbuka. Memperlihatkan utusan kerajaan Xuan beserta Pangeran mereka sendiri. Menunggang kuda berdampingan tanda perdamaian yang selama ini diimpi-impikan penduduk.

Tampak begitu gagah dengan kuda besar hitam. Para Pangeran terlihat begitu berwibawa berkali lipat. Hujan bunga tak henti-hentinya menghujani para pihak Kerajaan tanda hormat dan suka cita. Para penari mengiringi jajaran pasukan berkuda tersebut. Melenggak-lenggok mengikuti irama.

Zhanghao berdiri canggung di depan cermin. Merasa tak nyaman dengan apa yang dilihatnya.

“Kamu terlihat mempesona, Hao Ge.” Zhanghao tersenyum muram pada pria manis yang barusan menepuk pundaknya. Berkomentar dengan ceria seakan tak ada masalah apapun.

“Terimakasih pujiannya, Seungeon.” Pria muda bernama Seungeon itu tersenyum lebar. Merangkulkan lengannya di bahu terbuka Zhanghao. Berbicara penuh semangat.

“Tak perlu cemas. Pangeran pasti akan menyukaimu. Lihat dirimu kak. Kau cantik dan mempesona. Putri-putri itu kalah jauh darimu haha...” Zhanghao hanya bisa mengusap dahinya pasrah. Sesungguhya bukan itu yang ia pikirkan. Tapi ia merasa kurang nyaman dengan pakaian yang dikenakannya sekarang. Begitu terbuka memperlihatkan perut dan lengannya yang mulus.

Bagaimanapun Zhanghao adalah seorang lelaki. Memakai pakaian penari ini sungguh mengguncangkan relung hatinya. Tapi mau bagaimana lagi? Mau tidak mau harus tetap dijalankan. Lagipula pria muda di sampingnya juga mengenakan pakaian yang sama. Bahkan tidak malu memperlihatkannya pada orang lain.

Setidaknya ia tidak sendiri.

Zhanghao duduk di bangku berlapis beludru hitam untuk didandani. Menyempurnakan tampilannya yang mengundang decak kagum.

——-_

Hanbin duduk di singgasananya. Menopang dagu dengan tangan kanannya seraya menutup mata.

Penampilannya yang agung sungguh memanjakan mata bagi yang melihat. Rambut sehitam gagaknya dikenakan perhiasan perak simbol Kerajaan. Jubah hitam dengan pola naga emas membalut tubuh kekarnya dengan bagian perut berototnya yang dibiarkan terlihat. Menambah aura dominan sang Pangeran. Meninggalkan kesan Kaisar yang penuh kuasa dan dominasi. Semua itu dikombinasikan dengan wajah Hanbin yang begitu tampan. Para wanita yang melihatnya tak kuasa akan menundukan kepala seraya tersipu malu. Sementara para lelaki merasa lebih menghormatinya. Tidak ada yang berani terhadapnya meskipun status nya adalah pangeran peringkat pertama. Hanbin adalah adik kandung Kaisar Negara Choseon saat ini yang tidak memiliki penerus. Dan dapat dipastikan bahwa pewaris tahta tentu diserahkan kepadanya. Pun hubungan kakak beradik keluarga kerajaan ini sangatlah akur dan damai, tanpa pertumpahan darah seperti di negeri lain.

Hari sudah beranjak malam. Saatnya acara penghiburan yang dinanti. Alunan musik lembut bergema di hall megah tersebut. Para wanita cantik perlahan-lahan memasuki ruangan. Memasang senyum malu-malu sekaligus antusias bisa melihat dari dekat Pangeran Choseon yang disebut-sebut dengan Pangeran yang paling rupawan sekaligus terkuat di jajaran Timur tengah.

Seakan mengetahui keberadaan seseorang yang ditunggu, Hanbin membuka matanya. Iris hitamnya menatap langsung objek yang dicarinya.

Untuk sesaat nafasnya tercekat, matanya melebar sedikit tanda terkejut. Tak lama ia bisa merasakan detak jantungnya berirama lebih cepat dari sebelumnya. Menyunggingkan seringai samar, Hanbin menatap penuh antisipasi pada satu sosok berbaju putih di depannya. Menatapnya lekat-lekat.

Lelaki itu dibalut baju sutra putih yang menutupi dada dan lehernya, meninggalkan perutnya yang rata terlihat. Kakinya yang panjang putih pucat mengintip dari belahan panjang di sepanjang garis celana koin putih senada yang ia kenakan. Dilengkapi sabuk rantai yang semakin memperlihatkan tubuhnya yang ramping. Kilau perhiasan perak yang dikenakan tampak gemerlapan menambah pesona. Veil berwarna merah menutupi kepalanya dengan mahkota dari giok sebagai pelengkap.

Alunan musik terus berlanjut. Para penari cantik tersebut mulai menggerakan tubuh mereka sesuai irama. Termasuk pria cantik berbaju putih itu.

Dikelilingi banyak orang ditambah kehadiran para petinggi Negeri membuat Zhanghao gugup.

'Ayo Zhanghao, kau bisa!'

Zhanghao mengambil nafas, mengepulkan asap penuh kebulatan tekad dan mulai menari.

Sudah berlatih beberapa kali, ia memahami kapan waktunya melakukan gerakan membumi dan kapan waktunya melakukan gerakan yang mengalir dan elegan

Zhanghao menaikan sedikit dagunya dan kedua bahunya ditekuk dengan lembut ke belakang.

Mengangkat kedua lengan indahnya di udara sehingga agak paralel dari tanah, Zhanghao mengangkat pergelangannya sedikit.

Jari-jarinya dipanjangkan dengan elegan sehingga gerakan lengannya tampak menawan.

Sapuan gerakan pinggulnya yang melingkar terlihat sangat bagus.

Gerakannya mengalun seperti aliran air tetapi ada hentakan stakato sehingga tarian tampak enerjik. Zhanghao jatuh dalam penjiwaannya terhadap tari. Menggerakan pinggul dan perutnya dengan gerakan yang luwes. Sutra merah yang menutup setengah wajahnya membuat mata hitam indah yang dipercantik dengan bulu mata yang panjang dan lentik tampak sensual bagaikan ajakan ke peraduan cinta bagi siapapun yang melihatnya.

Mata Hanbin menggelap dengan obsesi begitu melihat tarian dari pria cantik tersebut. Menggeram rendah. Tangannya gatal ingin meraih sosoknya yang bagaikan dewi untuk masuk ke dalam dekapannya. Entah kebetulan atau tidak sering terjadi kontak mata di antara mereka. Mengirimkan gelombang kegembiraan pada Hanbin. Hanbin mengetuk-ngetukkan jarinya pada lengan singgahsananya. Menunggu dengan sabar untuk kesempatan yang dinanti.

Zhanghao bagaikan angsa putih yang diterangi cahaya rembulan. Begitu memanjakan mata.

Satu persatu para penari itu maju menunjukkan tarian solo mereka. Memperlihatkan kemampuan mereka.

Berbeda dari yang lain yang secara terang-terangan menunjukan gerakan ter sensual mereka, memanfaatkan kesempatan untuk menyentuh Sang Pangeran yang duduk angkuh di singgasana, Zhanghao berbeda. Pemuda cantik itu tidak menyebarkan hormon seksualitas tetapi justru memancarkan aura positif dan keanggunan tak terbantahkan.

Liukan pinggul dan perutnya yang lentur sungguh membuat jantung sang Pangeran menari dengan antusiasme tinggi. Mengarahkan tatapan yang membuat hati resah pada Zhanghao. Dan lagi, menggeram rendah.

Zhanghao maju mendekati Hanbin. Berputar ringan mengitarinya bagaikan angin semilir. Veil merahnya terayun menyentuh wajah Hanbin yang segera menutup matanya. Meresapi wangi lembut tubuh Zhanghao.

Begitu Zhanghao ingin menuruni singgasana kembali ke posisinya, tangan Hanbin terulur tanpa sadar, menarik ringan veil merah Zhanghao, membuat Zhanghao menoleh. Segera menutupi keterkejutannya dengan senyuman meluluhkan hati, Zhanghao menggenggam jemari kuat Hanbin dan melepas cengkraman pada veilnya. Menggeleng pelan dan menaruh telunjuknya di depan bibir yang tertutup cadar untuk kemudian secara anggun berlari kecil lepas dari jangkauan Hanbin. Hanbin tertegun.

Semua orang yang menyaksikan tampak berdebar-debar. Gerakan Zhanghao tidak sensual tetapi seolah-seolah menunjukan rasa kasmaran sepasang kekasih dan saling menggoda lembut. Mengisyaratkan tanpa kata. Seperti seorang wanita yang menegur kekasihnya untuk tidak bermesraan di depan umum. Hanya saat mereka tinggal berdua saja.

Hanbin meremas tangannya. Menahan raungan posesif yang ingin segera merengkuh kekasihnya.

Gema alunan musik perlahan-lahan mulai berangsur pelan menandakan pertunjukan tari perut tersebut telah usai untuk kemudian digantikan dengan musik yang lebih lembut namun kuat.

Harvest dance telah di mulai.

Hanbin berdiri dari kursi kerajaannya untuk turun menghampiri para penari. Langkahnya tegas dan mantap menuju pria cantik berbaju putih yang kini menatapnya tampak terkejut.

Jeonghyeon, sang Pangeran Kerajaan Xuan, juga berdiri dari tempatnya untuk kemudian berjalan menghampiri para penari sama seperti Hanbin. Waktunya dansa berpasangan. Para gadis berdebar-debar penuh antisipasi tapi segera menelan kekecewaan begitu Pangeran rupawan itu mengarah pada satu figure dengan pasti. Mereka segera menyingkir untuk mempersilahkan para penari kerajaan untuk mengisi acara berdampingan dengan Pangeran mereka yang sudah menentukan pilihan.

Zhanghao terdiam kaku begitu tangan kekar berbalut sarung besi perak itu terjulur di depannya. Menanti persetujuannya


Di tatap dengan begitu banyak pasang mata akhirnya Zhanghao menerima uluran tangan itu. Sama sekali tak menyangka bahwa Hanbin, sang Pangeran Yang Agung akan menghampirinya dan memilihnya! Zhanghao merasa kebingungan.

Hanbin menarik tangannya untuk diberi kecupan manis yang membuat rona pipi menanjak naik. Tak membuang waktu, Hanbin segera memeluk pinggang telanjang Zhanghao dan mulai menari.

Membungkuk sebagai perkenalan kemudian berputar mengikuti irama. Zhanghao diam-diam menghembuskan nafas lega karena sempat mempelajari dan mengingat tarian ini. Kalau tidak ia hanya akan berdiri kaku tak tahu harus melakukan apa.

Iris hitam Zhanghao bergulir ke samping untuk melihat dari ujung matanya Seungeon juga tengah menari dengan oranglain. Tak lain dengan Pangeran Kerajaan Xuan, Jeonghyeon. Senyumnya tampak sangat lebar dan ceria. Sungguh mengejutkan. Apa mereka saling kenal sebelumnya? Atau baru pertama kali bertemu seperti dirinya dan Pangeran Agung di hadapannya ini?

Ia juga ingat saat prosesi menari individu tadi Seungeon tidak menuju Sung Hanbin, melainkan berjalan mantap untuk menggoda Pangeran kerajaan Xuan tersebut yang menatapnya datar tapi tak pernah mengalihkan pandangannya.

Mereka terlihat cocok.

Perhatiannya kembali terfokus pada tarian dan Hanbin yang entah kenapa selalu menatapnya intens. Membuat rona merah di wajahnya kembali. Tak jarang mereka bersentuhan langsung karena pakaian Zhanghao yang terbuka. Tubuhnya bergetar pelan akan sensasi telapak tangan kuat yang merengkuhnya posesif. Debaran jantungnya meningkat berkali lipat. Hanbin melepaskannya untuk kemudian berlutut dengan satu kaki sebagai akhir dari tarian. Zhanghao membungkuk sejenak dan segera mundur dari tempatnya. Meninggalkan Hanbin yang tersenyum penuh arti padanya.

Keriuhan perayaan itu tidak mereda tapi semakin bersemangat di penghujung acara. Para pelayan hilir mudik menyiapkan hidangan bagi para tamu. Zhanghao berdiri menenangkan diri dari keramaian. Jantungnya masih berdegup kencang mengingat moment romantisnya bersama sang Pangeran. Menggelengkan kepalanya sejenak, ia menyibukkan diri dengan hidangan lezat yang tersedia. Semua tarian itu membuatnya dilanda rasa lapar. Zhanghao tidak akan menyia-nyiakan makanan ini.

Tepat saat ia menyelesaikan santapannya seorang laki-laki berwajah tampan dan lembut menghampirinya. Berpakaian layaknya pengawal Kerajaan pada umumnya. Membungkuk padanya.

“Tuan muda, saya diberi perintah untuk membawa anda atas perintah Pangeran ke ruangannya. Apa anda bersedia memenuhi undangan ini?” ucapannya sangat sopan namun tegas. Zhanghao merasa bingung. Untuk apa Pangeran ingin menemuinya?

Setitik kekhawatiran aneh menyelusur di benak. Tapi apapun itu menolak perintah Pangeran bukanlah hal baik jadi ia mengangguk menyetujui. Dalam keheningan Zhanghao mengikuti pengawal ini yang baru diketahui bernama Kuanrui. Sepertinya posisinya cukup terhormat lebih dari pengawal biasa karena setiap mereka melewati kerumunan orang-orang, mereka akan segera memberi jalan dan memberi hormat.

Mereka terus berjalan menuju lorong-lorong berdesain mewah khas kerajaan besar. Hingga Kuanrui berhenti di sebuah pintu mahogani cokelat tua berukir desain klasik, mengetuknya pelan dan membukanya untuk mempersilahkan Zhanghao masuk.

“Silahkan tuan muda.” Kuanrui tidak ikut masuk. Hanya bertugas mengantarnya hingga pintu ruangan Pangeran. Zhanghao menjadi gugup. Apa tidak apa-apa dia pergi ke kamar pribadi Pangeran sendirian? Apa tidak akan menimbulkan pembicaraan tak baik yang akan menyebar?

Di lihat dari pancaran mata bisa dipastikan Zhanghao tengah merenungkan sesuatu. Kuanrui tersenyum mengerti kegelisahan Zhanghao, Kuanrui tersenyum menenangkan dan meyakinkannya tidak akan ada hal buruk yang terjadi. Zhanghao mengambil nafas sebelum berjalan ke dalam sendirian.


Ruangan ini cukup sunyi. Hanya terdengar sayup-sayup dari keriuhan pesta di lantai dasar. Mengangkat tirai bermanik-manik yang terpampang di depan mata, udara harum dan wangi kemudian menyapa wajahnya dengan seketika. Dengan segera ia sampai di sebuah aula besar di kamar itu. Bagian dalam aula itu ditutupi oleh sebuah karpet berwarna putih salju yang terbuat dari bulu binatang buas yang tidak dikenal. Kamar tidur ini penuh dengan nuansa perak dan emas dan juga warna cerah seperti merah yang mendominasi dikombinasikan dengan beludru dan sifon. Tempat tidur dan sofa dihiasi banyak bantal dalam berbagai bentuk. Lampu gantung menghiasi langit-langit kamar menambah kesan eksotis ruangan ini. Sapuan angin yang berhembus melewati jendela besar yang dibiarkan terbuka memperlihatkan pemandangan bulan sabit yang megah. Tirai-tirai sutra halus yang terpasang menari-nari lembut terkena tiupan angin.

Iris hitam Zhanghao tertuju pada Hanbin yang saat ini duduk bersandar dengan jubah kerajaannya. Mata mereka saling bertemu. Zhanghao tersenyum kemudian bangkit menghampiri Zhanghao yang masih terpaku. Hanbin mengambil tangan kanan Zhanghao kemudian berlutut.

“Selamat datang, Yang mulia,” ucapnya tenang namun dengan aksen yang begitu menghormati orang di hadapannya. Zhanghao terkejut. Tanpa sadar menarik tangannya dari genggaman Hanbin.

“Kau...”

“Salam Yang Mulia Putera Mahkota dari Qing.” Menambah keterkejutannya Hanbin menyebut status aslinya begitu saja. Zhanghao terpaku cukup lama sebelum mengambil langkah mundur. Dua manik hangatnya mendelik kaget.

“Kenapa kau bisa tahu?” tanyanya lirih. Masih tak percaya bahwa akan ada yang mengenali statusnya. Hanbin tersenyum lembut. Mengambil jarak mendekat dan mengelus pipi halus Zhanghao dengan kehati-hatian juga penuh damba.

“Jangan takut Yang Mulia. Aku tidak akan melakukan hal buruk padamu.”

“Bagaimana kau tahu kalau aku dari Qing?” tanya Zhanghao mendesak. Maju satu langkah mendekat hingga jarak di antara mereka semakin menipis. Hanbin kembali tersenyum. Menuntun Zhanghao untuk duduk di sofa panjang di dekat jendela. Mengelus tangan putih tanpa cacat itu menenangkan.

“Yang Mulia tidak mengingatku? 5 tahun yang lalu, di Kekaisaran Qing, pemuda berbaju hitam yang memberikan bunga putih padamu di paviliun?” Zhanghao tersentak. Menatap mata hitam Hanbin dalam-dalam. Mencari potongan memori yang tersimpan di benak.

5 tahun lalu?

Zhanghao terus berusaha mengingat-ingat hingga satu memori mengejutkannya. Dia ingat. 5 tahun lalu, ada seorang pemuda yang ia tolong karena terluka akibat perjalanan jauh dan merawatnya di Qing. Mereka cukup banyak bertukar obrolan saat itu dan kemudian menjadi dekat. Hingga pemuda itu memberinya sekuntum bunga putih bersih dan dengan malu-malu mengatakan kalau ia akan melamarnya suatu saat nanti. Pemuda itu meminta Zhanghao untuk menunggunya. Menunggunya untuk menjadi cukup kuat hingga bisa menjaga Zhanghao.

Pemuda itu bahkan mengikatkan jerami kering di jari manisnya. Saat itu Zhanghao hanya tertawa kecil. Tak menyangka bahwa ucapan pemuda itu bukanlah impian kosong semata.

Hanya dalam lima tahun ia sudah menjadi Pangeran yang tersohor. Begitu dikagumi karena kekuatannya dan kecerdasannya yang mumpuni telah diakui banyak Kerajaan lain. Pangeran Peringkat Pertama sekaligus Jenderal muda dari Choseon.

Tidak hanya kemampuannya yang meningkat pesat. Penampilannya juga berubah. Wajah yang rupawan itu semakin tegas di usianya yang semakin matang. Tubuhnya tinggi tegap dengan otot yang menonjol pas. Menambah aura mematikannya.

Bagaikan binatang buas yang mempesona namun juga berbahaya.

Zhanghao masih tidak percaya dengan kenyataan ini. Di tengah lamunannya Hanbin kembali menggenggam tangan Zhanghao dan menciumnya penuh kehati-hatian. Wajah Zhanghao memanas hingga telinganya memerah.

“Katakan Yang Mulia, apa yang terjadi dengan Qing?” Hanbin menatap Zhanghao dalam-dalam. Menuntut jawaban. Ada jejak kemarahan di matanya yang berusaha ditahan. Tanpa perlu dikatakan, Hanbin tahu semua yang berhubungan dengan Zhanghao. Tahu apa yang terjadi dengan kerajaannya.

Qing adalah negeri yang tidak terlalu besar namun makmur di bawah pemerintahan ayah Zhanghao. Namun akan selalu ada suasana tenang sebelum badai menerpa. Beberapa petinggi Qing yang haus kekuasaan mengadakan kudeta demi melengserkan pemerintahan saat itu. Semua begitu terencana seperti sudah direncanakan bertahun-tahun hingga tak menimbulkan celah. Zhanghao kalah dalam upaya untuk membela pemerintahannya hingga terpaksa keluar dari istananya. Selama ini Zhanghao pergi menjelajah juga sebagai bentuk upaya latihan memperkuat diri dan mempelajari banyak hal. Sehingga saat ia kembali nanti ia bisa kembali merebut tahkta yang seharusnya. Sementara orang tuanya untuk sementara diurus oleh pamannya yang baik hati.

Zhanghao bukan seseorang yang haus akan harta dan takhta. Tetapi jika pemerintahan yang sekarang terus berlanjut, rakyat akan mengalami banyak kerugian. Zhanghao tidak mau itu terjadi.

Hanbin saat itu bertandang ke Qing untuk melamar Zhanghao, tapi alangkah terkejutnya ia begitu mendapati kenyataan yang terpampang. Amarahnya melonjak. Ia segera mengutus pengawal setianya untuk mencari Zhanghao dan merencanakan pelengseran kembali para petinggi tamak tersebut. Bertekad mengembalikan kembali status Yang Mulia Zhanghao. Hingga ia tak menyangka akan menemukan Zhanghao di kerajaannya. Memasuki Istananya untuk meminta pekerjaan. Hanbin memperhatikannya dan sengaja membuat Zhanghao menjadi penari terpilih di Perayaan.

Zhanghao termenung, tak tahu harus menjawab apa atas pertanyaan Hanbin. Hanbin mengerti dan segera mengelus kepala Zhanghao penuh kasih sayang.

“Sudah, tak usah dipikirkan. Aku akan menyelesaikan masalah itu sesegera mungkin. Yang Mulia tidak perlu khawatir,” janjinya bersungguh-sungguh. Zhanghao terdiam tak tahu harus berkata apa. Kenapa orang ini begitu perhatian padanya? Memperlakukannya begitu hormat?

“Yang Mulia Pangeran-”

“Hanbin. Panggil saja aku Hanbin. kau bisa memanggil namaku seperti dulu.” Zhanghao tersipu kembali. Mengingat bahwa dulu ia memang memanggil Sang Pangeran dengan namanya. Tapi itu dulu saat mereka dekat. Sekarang mereka sempat berpisah bertahun-tahun rasanya tidak pantas memanggil akrab begitu.

Mengerti pikiran Zhanghao, Hanbin meraih wajah Zhanghao dan mencium pipinya sayang. Zhanghao membeku di tempat.

“Yang Mulia kenapa masih enggan denganku? Kita mungkin sudah berpisah selama beberapa waktu tapi perasaanku padamu tidak berubah. Hanya semakin dalam,” ungkapnya jujur. Meyakinkan Zhanghao bahwa perasannya tulus dan bukan ilusi yang termakan waktu semata.

“Hanbin...”

“Yang Mulia percayalah padaku.” Nada suaranya tegas dan dalam mendeklarasikan cintanya. Zhanghao tak bisa berpura-pura, dalam relung hatinya sebenarnya ia juga menyukai Hanbin. Jatuh cinta pada pemuda tampan berbaju merah 5 tahun lalu. Seutas cinta itu sudah tumbuh hanya saja keadaan yang membuat mereka harus berpisah dan masalah yang terus menerpa membuat Zhanghao melupakan cintanya dan fokus mengurus kerajaannya. Hingga kini mereka bertemu kembali, perasaan cinta itu masihlah ada. Menunggu benih untuk membuatnya mengakar kuat. Dan kini Hanbin kembali bersamanya. Apa Zhanghao boleh berharap lebih dengan pertemuan ini?

Zhanghao menutup mata dan beringsut untuk memeluk Hanbin erat. Meletakkan kepalanya di dada keras Hanbin. Bersandar padanya yang langsung mendapat balasan jauh lebih erat.

“Hanbin...”

“Ya?”

“Hanbin...”

“Hmm?”

“Hanbin...”

“Aku disini sayangku...”

Zhanghao hanya ingin terus memanggil namanya. Menyamankan hatinya yang selama ini sudah lelah. Dia tidak bisa bersandar bahkan pada orangtuanya. Selama ini ia harus selalu menunjukan sikap tegar dan kuat. Tak menunjukkan kegelisahannya. Tetapi Zhanghao bagaimanapun hanyalah manusia biasa yang juga mempunyai masa-masa terpuruk dan ingin bermanja-manja. Hanbin ada di hadapannya, menawarkan kenyamanan dan rasa aman. Mengijinkan Zhanghao untuk melepaskan sejenak kerapuhannya. Mengijinkan Zhanghao untuk merajuk. Memberi Zhanghao yang selama ini dibutuhkannya. Zhanghao semakin menenggelamkan wajahnya di dada Hanbin. Bagaikan kucing kecil yang meringkuk di dekapan pemiliknya.

Hanbin tersenyum lembut. Mengelus kepala Zhanghao dan punggungnya berulangkali. Menenangkannya. Setelah dirasa cukup, Zhanghao melepas pelukannya dan menatap Hanbin. Menyunggingkan senyum cantik untuknya.

Hanbin bersandar di sofa panjang, membawa Zhanghao untuk duduk di pangkuannya. Mengangkangi pinggulnya. Hanbin mengulurkan tangannya, mengambil segelas anggur yang terletak tak jauh dari sofa untuk kemudian dibawa ke bibir lembut Zhanghao.

Zhanghao membuka mulutnya menerima gelas anggur dari Hanbin. Tak sampai di situ, Zhanghao menggenggam jemari besar Hanbin dan membawanya ke dalam mulutnya. Menciumnya pelan. Hanbin tertegun sejenak sebelum pupil matanya menggelap dengan hasrat. Menatap penuh antisipasi. Bibirnya melengkungkan senyum penuh otoritas. Senyum penuh kepemilikan terhadap pria cantik di kungkungannya. Saat lidah hangat itu menyentuh jemarinya Hanbin menahan nafas. Mengeluarkan geraman rendah. Menatap intens Zhanghao. Sosok ini sangatlah indah. Masih mengenakan pakaian penari berwarna putih, lekuk tubuhnya terlihat jelas di bawah mata membara Hanbin. Zhanghao seorang pria, tetapi bahu dan lingkar pinggangnya sangat sempit dan ramping seperti wanita, ada pesona mematikan di pinggang rampingnya. Dengan pakaian yang terbuka memperlihatkan poin-poin penting yang menonjolkan keindahannya. Hanbin melepaskan cadar merah Zhanghao dengan hati-hati. Mengungkapkan wajah rupawannya yang kini terpampang. Bibir ranumnya semerah delima yang sudah masak. Menyiksa pertahanan diri Hanbin agar tidak langsung melahap bibir itu.

Bulu matanya yang panjang menghasilkan kesan ayu yang tak terlukiskan. Tatapan matanya sendu namun bersinar.

Tak sampai di situ, Hanbin meraih veil merah Zhanghao dan melepasnya juga. Membuat rambut Zhanghao sedikit acak-acakan. Hanbin menggapai tangan Zhanghao, menciumi jemarinya satu persatu dan menggigitnya pelan. Terus naik mencapai pergelangan tangannya. Mencium di mana nadi Zhanghao berada. Melepaskan manset hitam yang tersemat di tangannya, Hanbin kembali menghujami lengan Zhanghao dengan ciuman kupu-kupu. Zhanghao bergetar samar merasakan sensasinya. Dan tak bisa menahan erangan lembut begitu Hanbin mengendus lehernya. Menciumi hingga belakang telinga. Menghembuskan nafas hangat yang membuat Zhanghao menggeliat resah.

“Hanbin mmhhh...”

Hanbin tak menjawab hanya menyeringai menggoda meneruskan kegiatannya. Kini wajahnya yang jadi sasaran. Hanbin mencium seluruh wajah Zhanghao. Menatapnya sejenak sebelum mendaratkan ciumannya di bibir ranum kekasih hatinya. Melahap semua rasa manis yang Zhanghao punya. Menyusupkan lidahnya hingga Zhanghao terengah karenanya. Hanbin melepas bibirnya hanya untuk menjelajahi garis rahangnya. Zhanghao menggenggam jubah depan Hanbin erat.

Zhanghao terengah-engah dengan wajah merah, menyuguhkan pemandangan meyegarkan mata bagi Hanbin yang menyaksikannya.

“Kau sangat indah, Zhanghao,” bisiknya penuh damba. Mengusap pipi Zhanghao. Zhanghao menunduk karena malu, mengharuskan Hanbin menahan diri lebih kuat agar tak langsung menerjang Zhanghao. Zhanghao mengangkat kepala. Menatap Hanbin dalam-dalam dan menutup jarak di antara mereka. Mencium wajah Hanbin. Dahi, kelopak mata, tahi lalat di sudut mata, ujung hidung, philtrum, sudut bibir, dan berakhir di bibirnya. Menciumnya begitu lembut. Melepasnya untuk kembali menatap Hanbin, merundukan wajahnya, mencium adam apple Hanbin yang bergetar karena terkejut. Hanbin mengangkat wajah Zhanghao dari lehernya. Menatapnya dalam-dalam.

“Yang Mulia, secepat mungkin aku akan melamarmu dan membawamu ke kerajaanku. Menjadikanmu milikku seutuhnya. Kakak Kaisar pasti merestuinya.“Zhanghao mengedipkan matanya perlahan. Menikmati sentuhan dan deklarasi Hanbin untuknya.

“Hmm...” gumamnya pelan tanda persetujuan.

Iris Hanbin semakin menggelap. “Aku mencintaimu.”

Zhanghao mengangguk, tersenyum begitu indah.

“Biarkan aku...” Zhanghao kembali mengangguk. Meniup wajah Hanbin bermaksud menggodanya. Hanbin kembali menggeram penuh hasrat. Mengigit rahang Zhanghao dan kemudian membalikan posisi di mana kini Hanbin menindihnya. Mata mereka bertemu. Menatap keindahan masing-masing. Di bawah kungkungan tubuh kekar Hanbin, Zhanghao bagaikan angsa cantik tak berdaya yang siap dinikmati keindahannya. Untuk kesekian kalinya dalam hari ini Hanbin tersenyum penuh kasih sayang dan kebahagiaan. Menyatukan dahinya dengan Hanbin. Membisikan kalimat cinta sebelum melepaskan hasrat suci yang selama ini terpenjara di dalam sukma.

Diterangi rembulan yang menerangi lembut, menjadi saksi bisu akan penyatuan dua insan yang dimabuk cinta. Malam yang dipenuhi erangan manja Zhanghao bersambut geraman kepuasaan Hanbin.


#desires


Tak pernah terbayangkan di benak Zhanghao kalau ia akan berdiri di sini. Di tengah ruangan yang diisi sekitar 20 orang. Berpostur ramping dan berpakaian terbuka. Di dalam ruang tari!

Niat awal ia ingin mencari pekerjaan sampingan biasa. Pekerjaan di belakang layar yang membutuhkan banyak tenaga fisik tetapi kenyataan malah menyeretnya ke tempat ini.

Dikatakan bahwa perayaan ini bukanlah sekedar perayaan biasa. Tapi juga ajang pemikat hati Pangeran Peringkat Pertama Negeri Cheoseon yang belum beristri. Momen spesial di mana para putri terbaik di Negeri ini maupun di luar berlomba-lomba menunjukan bakat mereka sekaligus berusaha menarik hati sang Pangeran yang rupawan. Lantas kenapa Zhanghao bisa terseret dalam arus ini?

Itu karena seorang petugas Kerajaan yang begitu melihatnya dari atas ke bawah, menilai dengan teliti, memvonisnya sepihak untuk di bawa ke dalam ruangan khusus para penari. Mengiranya adalah seorang bangsawan yang juga ingin berkesempatan menarik perhatian sang Pangeran.

Zhanghao merasa hari nya sangat sial.

Dan di sinilai dia. Berusaha menerima takdir yang ditentukan.

Melipat tangan di dada, ia menghela nafas panjang. Kalau dipikir-pikir ini tidak terlalu buruk. Zhanghao terkenal dengan kemampuan dan kecintaan nya terhadap seni. Dia sering menyaksikan beberapa pertunjukan dengan kedua orangtuanya. Jadi sedikit banyak ia tahu beberapa gerakan.

Berusaha optimis, Zhanghao tersenyum penuh determinasi. Yakin akan kemampuannya.

Tanpa menyadari tatapan hangat dari seorang lelaki berjubah hitam dari kejauhan.


Hari perayaan itu tiba. Di sepanjang jalan berkumandang suara musik yang menggema menyerukan kegembiraan. Penduduk setempat bersuka cita, anak-anak berlarian dengan tawa gembira menambah kesemarakan Negeri Cheoseon.

Gerbang baja itu terbuka. Memperlihatkan utusan kerajaan Xuan beserta Pangeran mereka sendiri. Menunggang kuda berdampingan tanda perdamaian yang selama ini diimpi-impikan penduduk.

Tampak begitu gagah dengan kuda besar hitam. Para Pangeran terlihat begitu berwibawa berkali lipat. Hujan bunga tak henti-hentinya menghujani para pihak Kerajaan tanda hormat dan suka cita. Para penari mengiringi jajaran pasukan berkuda tersebut. Melenggak-lenggok mengikuti irama.

Zhanghao berdiri canggung di depan cermin. Merasa tak nyaman dengan apa yang dilihatnya.

“Kamu terlihat mempesona, Hao Ge.” Zhanghao tersenyum muram pada pria manis yang barusan menepuk pundaknya. Berkomentar dengan ceria seakan tak ada masalah apapun.

“Terimakasih pujiannya, Seungeon.” Pria muda bernama Seungeon itu tersenyum lebar. Merangkulkan lengannya di bahu terbuka Zhanghao. Berbicara penuh semangat.

“Tak perlu cemas. Pangeran pasti akan menyukaimu. Lihat dirimu kak. Kau cantik dan mempesona. Putri-putri itu kalah jauh darimu haha...” Zhanghao hanya bisa mengusap dahinya pasrah. Sesungguhya bukan itu yang ia pikirkan. Tapi ia merasa kurang nyaman dengan pakaian yang dikenakannya sekarang. Begitu terbuka memperlihatkan perut dan lengannya yang mulus.

Bagaimanapun Zhanghao adalah seorang lelaki. Memakai pakaian penari ini sungguh mengguncangkan relung hatinya. Tapi mau bagaimana lagi? Mau tidak mau harus tetap dijalankan. Lagipula pria muda di sampingnya juga mengenakan pakaian yang sama. Bahkan tidak malu memperlihatkannya pada orang lain.

Setidaknya ia tidak sendiri.

Zhanghao duduk di bangku berlapis beludru hitam untuk didandani. Menyempurnakan tampilannya yang mengundang decak kagum.

——-_

Hanbin duduk di singgasananya. Menopang dagu dengan tangan kanannya seraya menutup mata.

Penampilannya yang agung sungguh memanjakan mata bagi yang melihat. Rambut sehitam gagaknya dikenakan perhiasan perak simbol Kerajaan. Jubah hitam dengan pola naga emas membalut tubuh kekarnya dengan bagian perut berototnya yang dibiarkan terlihat. Menambah aura dominan sang Pangeran. Meninggalkan kesan Kaisar yang penuh kuasa dan dominasi. Semua itu dikombinasikan dengan wajah Hanbin yang begitu tampan. Para wanita yang melihatnya tak kuasa akan menundukan kepala seraya tersipu malu. Sementara para lelaki merasa lebih menghormatinya. Tidak ada yang berani terhadapnya meskipun status nya adalah pangeran peringkat pertama. Hanbin adalah adik kandung Kaisar Negara Choseon saat ini yang tidak memiliki penerus. Dan dapat dipastikan bahwa pewaris tahta tentu diserahkan kepadanya. Pun hubungan kakak beradik keluarga kerajaan ini sangatlah akur dan damai, tanpa pertumpahan darah seperti di negeri lain.

Hari sudah beranjak malam. Saatnya acara penghiburan yang dinanti. Alunan musik lembut bergema di hall megah tersebut. Para wanita cantik perlahan-lahan memasuki ruangan. Memasang senyum malu-malu sekaligus antusias bisa melihat dari dekat Pangeran Choseon yang disebut-sebut dengan Pangeran yang paling rupawan sekaligus terkuat di jajaran Timur tengah.

Seakan mengetahui keberadaan seseorang yang ditunggu, Hanbin membuka matanya. Iris hitamnya menatap langsung objek yang dicarinya.

Untuk sesaat nafasnya tercekat, matanya melebar sedikit tanda terkejut. Tak lama ia bisa merasakan detak jantungnya berirama lebih cepat dari sebelumnya. Menyunggingkan seringai samar, Hanbin menatap penuh antisipasi pada satu sosok berbaju putih di depannya. Menatapnya lekat-lekat.

Lelaki itu dibalut baju sutra putih yang menutupi dada dan lehernya, meninggalkan perutnya yang rata terlihat. Kakinya yang panjang putih pucat mengintip dari belahan panjang di sepanjang garis celana koin putih senada yang ia kenakan. Dilengkapi sabuk rantai yang semakin memperlihatkan tubuhnya yang ramping. Kilau perhiasan perak yang dikenakan tampak gemerlapan menambah pesona. Veil berwarna merah menutupi kepalanya dengan mahkota dari giok sebagai pelengkap.

Alunan musik terus berlanjut. Para penari cantik tersebut mulai menggerakan tubuh mereka sesuai irama. Termasuk pria cantik berbaju putih itu.

Dikelilingi banyak orang ditambah kehadiran para petinggi Negeri membuat Zhanghao gugup.

'Ayo Zhanghao, kau bisa!'

Zhanghao mengambil nafas, mengepulkan asap penuh kebulatan tekad dan mulai menari.

Sudah berlatih beberapa kali, ia memahami kapan waktunya melakukan gerakan membumi dan kapan waktunya melakukan gerakan yang mengalir dan elegan

Zhanghao menaikan sedikit dagunya dan kedua bahunya ditekuk dengan lembut ke belakang.

Mengangkat kedua lengan indahnya di udara sehingga agak paralel dari tanah, Zhanghao mengangkat pergelangannya sedikit.

Jari-jarinya dipanjangkan dengan elegan sehingga gerakan lengannya tampak menawan.

Sapuan gerakan pinggulnya yang melingkar terlihat sangat bagus.

Gerakannya mengalun seperti aliran air tetapi ada hentakan stakato sehingga tarian tampak enerjik. Zhanghao jatuh dalam penjiwaannya terhadap tari. Menggerakan pinggul dan perutnya dengan gerakan yang luwes. Sutra merah yang menutup setengah wajahnya membuat mata hitam indah yang dipercantik dengan bulu mata yang panjang dan lentik tampak sensual bagaikan ajakan ke peraduan cinta bagi siapapun yang melihatnya.

Mata Hanbin menggelap dengan obsesi begitu melihat tarian dari pria cantik tersebut. Menggeram rendah. Tangannya gatal ingin meraih sosoknya yang bagaikan dewi untuk masuk ke dalam dekapannya. Entah kebetulan atau tidak sering terjadi kontak mata di antara mereka. Mengirimkan gelombang kegembiraan pada Hanbin. Hanbin mengetuk-ngetukkan jarinya pada lengan singgahsananya. Menunggu dengan sabar untuk kesempatan yang dinanti.

Zhanghao bagaikan angsa putih yang diterangi cahaya rembulan. Begitu memanjakan mata.

Satu persatu para penari itu maju menunjukkan tarian solo mereka. Memperlihatkan kemampuan mereka.

Berbeda dari yang lain yang secara terang-terangan menunjukan gerakan ter sensual mereka, memanfaatkan kesempatan untuk menyentuh Sang Pangeran yang duduk angkuh di singgasana, Zhanghao berbeda. Pemuda cantik itu tidak menyebarkan hormon seksualitas tetapi justru memancarkan aura positif dan keanggunan tak terbantahkan.

Liukan pinggul dan perutnya yang lentur sungguh membuat jantung sang Pangeran menari dengan antusiasme tinggi. Mengarahkan tatapan yang membuat hati resah pada Zhanghao. Dan lagi, menggeram rendah.

Zhanghao maju mendekati Hanbin. Berputar ringan mengitarinya bagaikan angin semilir. Veil merahnya terayun menyentuh wajah Hanbin yang segera menutup matanya. Meresapi wangi lembut tubuh Zhanghao.

Begitu Zhanghao ingin menuruni singgasana kembali ke posisinya, tangan Hanbin terulur tanpa sadar, menarik ringan veil merah Zhanghao, membuat Zhanghao menoleh. Segera menutupi keterkejutannya dengan senyuman meluluhkan hati, Zhanghao menggenggam jemari kuat Hanbin dan melepas cengkraman pada veilnya. Menggeleng pelan dan menaruh telunjuknya di depan bibir yang tertutup cadar untuk kemudian secara anggun berlari kecil lepas dari jangkauan Hanbin. Hanbin tertegun.

Semua orang yang menyaksikan tampak berdebar-debar. Gerakan Zhanghao tidak sensual tetapi seolah-seolah menunjukan rasa kasmaran sepasang kekasih dan saling menggoda lembut. Mengisyaratkan tanpa kata. Seperti seorang wanita yang menegur kekasihnya untuk tidak bermesraan di depan umum. Hanya saat mereka tinggal berdua saja.

Hanbin meremas tangannya. Menahan raungan posesif yang ingin segera merengkuh kekasihnya.

Gema alunan musik perlahan-lahan mulai berangsur pelan menandakan pertunjukan tari perut tersebut telah usai untuk kemudian digantikan dengan musik yang lebih lembut namun kuat.

Harvest dance telah di mulai.

Hanbin berdiri dari kursi kerajaannya untuk turun menghampiri para penari. Langkahnya tegas dan mantap menuju pria cantik berbaju putih yang kini menatapnya tampak terkejut.

Jeonghyeon, sang Pangeran Kerajaan Xuan, juga berdiri dari tempatnya untuk kemudian berjalan menghampiri para penari sama seperti Hanbin. Waktunya dansa berpasangan. Para gadis berdebar-debar penuh antisipasi tapi segera menelan kekecewaan begitu Pangeran rupawan itu mengarah pada satu figure dengan pasti. Mereka segera menyingkir untuk mempersilahkan para penari kerajaan untuk mengisi acara berdampingan dengan Pangeran mereka yang sudah menentukan pilihan.

Zhanghao terdiam kaku begitu tangan kekar berbalut sarung besi perak itu terjulur di depannya. Menanti persetujuannya


Di tatap dengan begitu banyak pasang mata akhirnya Zhanghao menerima uluran tangan itu. Sama sekali tak menyangka bahwa Hanbin, sang Pangeran Yang Agung akan menghampirinya dan memilihnya! Zhanghao merasa kebingungan.

Hanbin menarik tangannya untuk diberi kecupan manis yang membuat rona pipi menanjak naik. Tak membuang waktu, Hanbin segera memeluk pinggang telanjang Zhanghao dan mulai menari.

Membungkuk sebagai perkenalan kemudian berputar mengikuti irama. Zhanghao diam-diam menghembuskan nafas lega karena sempat mempelajari dan mengingat tarian ini. Kalau tidak ia hanya akan berdiri kaku tak tahu harus melakukan apa.

Iris hitam Zhanghao bergulir ke samping untuk melihat dari ujung matanya Seungeon juga tengah menari dengan oranglain. Tak lain dengan Pangeran Kerajaan Xuan, Jeonghyeon. Senyumnya tampak sangat lebar dan ceria. Sungguh mengejutkan. Apa mereka saling kenal sebelumnya? Atau baru pertama kali bertemu seperti dirinya dan Pangeran Agung di hadapannya ini?

Ia juga ingat saat prosesi menari individu tadi Seungeon tidak menuju Sung Hanbin, melainkan berjalan mantap untuk menggoda Pangeran kerajaan Xuan tersebut yang menatapnya datar tapi tak pernah mengalihkan pandangannya.

Mereka terlihat cocok.

Perhatiannya kembali terfokus pada tarian dan Hanbin yang entah kenapa selalu menatapnya intens. Membuat rona merah di wajahnya kembali. Tak jarang mereka bersentuhan langsung karena pakaian Zhanghao yang terbuka. Tubuhnya bergetar pelan akan sensasi telapak tangan kuat yang merengkuhnya posesif. Debaran jantungnya meningkat berkali lipat. Hanbin melepaskannya untuk kemudian berlutut dengan satu kaki sebagai akhir dari tarian. Zhanghao membungkuk sejenak dan segera mundur dari tempatnya. Meninggalkan Hanbin yang tersenyum penuh arti padanya.

Keriuhan perayaan itu tidak mereda tapi semakin bersemangat di penghujung acara. Para pelayan hilir mudik menyiapkan hidangan bagi para tamu. Zhanghao berdiri menenangkan diri dari keramaian. Jantungnya masih berdegup kencang mengingat moment romantisnya bersama sang Pangeran. Menggelengkan kepalanya sejenak, ia menyibukkan diri dengan hidangan lezat yang tersedia. Semua tarian itu membuatnya dilanda rasa lapar. Zhanghao tidak akan menyia-nyiakan makanan ini.

Tepat saat ia menyelesaikan santapannya seorang laki-laki berwajah tampan dan lembut menghampirinya. Berpakaian layaknya pengawal Kerajaan pada umumnya. Membungkuk padanya.

“Tuan muda, saya diberi perintah untuk membawa anda atas perintah Pangeran ke ruangannya. Apa anda bersedia memenuhi undangan ini?” ucapannya sangat sopan namun tegas. Zhanghao merasa bingung. Untuk apa Pangeran ingin menemuinya?

Setitik kekhawatiran aneh menyelusur di benak. Tapi apapun itu menolak perintah Pangeran bukanlah hal baik jadi ia mengangguk menyetujui. Dalam keheningan Zhanghao mengikuti pengawal ini yang baru diketahui bernama Kuanrui. Sepertinya posisinya cukup terhormat lebih dari pengawal biasa karena setiap mereka melewati kerumunan orang-orang, mereka akan segera memberi jalan dan memberi hormat.

Mereka terus berjalan menuju lorong-lorong berdesain mewah khas kerajaan besar. Hingga Kuanrui berhenti di sebuah pintu mahogani cokelat tua berukir desain klasik, mengetuknya pelan dan membukanya untuk mempersilahkan Zhanghao masuk.

“Silahkan tuan muda.” Kuanrui tidak ikut masuk. Hanya bertugas mengantarnya hingga pintu ruangan Pangeran. Zhanghao menjadi gugup. Apa tidak apa-apa dia pergi ke kamar pribadi Pangeran sendirian? Apa tidak akan menimbulkan pembicaraan tak baik yang akan menyebar?

Di lihat dari pancaran mata bisa dipastikan Zhanghao tengah merenungkan sesuatu. Kuanrui tersenyum mengerti kegelisahan Zhanghao, Kuanrui tersenyum menenangkan dan meyakinkannya tidak akan ada hal buruk yang terjadi. Zhanghao mengambil nafas sebelum berjalan ke dalam sendirian.


Ruangan ini cukup sunyi. Hanya terdengar sayup-sayup dari keriuhan pesta di lantai dasar. Mengangkat tirai bermanik-manik yang terpampang di depan mata, udara harum dan wangi kemudian menyapa wajahnya dengan seketika. Dengan segera ia sampai di sebuah aula besar di kamar itu. Bagian dalam aula itu ditutupi oleh sebuah karpet berwarna putih salju yang terbuat dari bulu binatang buas yang tidak dikenal. Kamar tidur ini penuh dengan nuansa perak dan emas dan juga warna cerah seperti merah yang mendominasi dikombinasikan dengan beludru dan sifon. Tempat tidur dan sofa dihiasi banyak bantal dalam berbagai bentuk. Lampu gantung menghiasi langit-langit kamar menambah kesan eksotis ruangan ini. Sapuan angin yang berhembus melewati jendela besar yang dibiarkan terbuka memperlihatkan pemandangan bulan sabit yang megah. Tirai-tirai sutra halus yang terpasang menari-nari lembut terkena tiupan angin.

Iris hitam Zhanghao tertuju pada Hanbin yang saat ini duduk bersandar dengan jubah kerajaannya. Mata mereka saling bertemu. Zhanghao tersenyum kemudian bangkit menghampiri Zhanghao yang masih terpaku. Hanbin mengambil tangan kanan Zhanghao kemudian berlutut.

“Selamat datang, Yang mulia,” ucapnya tenang namun dengan aksen yang begitu menghormati orang di hadapannya. Zhanghao terkejut. Tanpa sadar menarik tangannya dari genggaman Hanbin.

“Kau...”

“Salam Yang Mulia Putera Mahkota dari Qing.” Menambah keterkejutannya Hanbin menyebut status aslinya begitu saja. Zhanghao terpaku cukup lama sebelum mengambil langkah mundur. Dua manik hangatnya mendelik kaget.

“Kenapa kau bisa tahu?” tanyanya lirih. Masih tak percaya bahwa akan ada yang mengenali statusnya. Hanbin tersenyum lembut. Mengambil jarak mendekat dan mengelus pipi halus Zhanghao dengan kehati-hatian juga penuh damba.

“Jangan takut Yang Mulia. Aku tidak akan melakukan hal buruk padamu.”

“Bagaimana kau tahu kalau aku dari Qing?” tanya Zhanghao mendesak. Maju satu langkah mendekat hingga jarak di antara mereka semakin menipis. Hanbin kembali tersenyum. Menuntun Zhanghao untuk duduk di sofa panjang di dekat jendela. Mengelus tangan putih tanpa cacat itu menenangkan.

“Yang Mulia tidak mengingatku? 5 tahun yang lalu, di Kekaisaran Qing, pemuda berbaju hitam yang memberikan bunga putih padamu di paviliun?” Zhanghao tersentak. Menatap mata hitam Hanbin dalam-dalam. Mencari potongan memori yang tersimpan di benak.

5 tahun lalu?

Zhanghao terus berusaha mengingat-ingat hingga satu memori mengejutkannya. Dia ingat. 5 tahun lalu, ada seorang pemuda yang ia tolong karena terluka akibat perjalanan jauh dan merawatnya di Qing. Mereka cukup banyak bertukar obrolan saat itu dan kemudian menjadi dekat. Hingga pemuda itu memberinya sekuntum bunga putih bersih dan dengan malu-malu mengatakan kalau ia akan melamarnya suatu saat nanti. Pemuda itu meminta Zhanghao untuk menunggunya. Menunggunya untuk menjadi cukup kuat hingga bisa menjaga Zhanghao.

Pemuda itu bahkan mengikatkan jerami kering di jari manisnya. Saat itu Zhanghao hanya tertawa kecil. Tak menyangka bahwa ucapan pemuda itu bukanlah impian kosong semata.

Hanya dalam lima tahun ia sudah menjadi Pangeran yang tersohor. Begitu dikagumi karena kekuatannya dan kecerdasannya yang mumpuni telah diakui banyak Kerajaan lain. Pangeran Peringkat Pertama sekaligus Jenderal muda dari Choseon.

Tidak hanya kemampuannya yang meningkat pesat. Penampilannya juga berubah. Wajah yang rupawan itu semakin tegas di usianya yang semakin matang. Tubuhnya tinggi tegap dengan otot yang menonjol pas. Menambah aura mematikannya.

Bagaikan binatang buas yang mempesona namun juga berbahaya.

Zhanghao masih tidak percaya dengan kenyataan ini. Di tengah lamunannya Hanbin kembali menggenggam tangan Zhanghao dan menciumnya penuh kehati-hatian. Wajah Zhanghao memanas hingga telinganya memerah.

“Katakan Yang Mulia, apa yang terjadi dengan Qing?” Hanbin menatap Zhanghao dalam-dalam. Menuntut jawaban. Ada jejak kemarahan di matanya yang berusaha ditahan. Tanpa perlu dikatakan, Hanbin tahu semua yang berhubungan dengan Zhanghao. Tahu apa yang terjadi dengan kerajaannya.

Qing adalah negeri yang tidak terlalu besar namun makmur di bawah pemerintahan ayah Zhanghao. Namun akan selalu ada suasana tenang sebelum badai menerpa. Beberapa petinggi Qing yang haus kekuasaan mengadakan kudeta demi melengserkan pemerintahan saat itu. Semua begitu terencana seperti sudah direncanakan bertahun-tahun hingga tak menimbulkan celah. Zhanghao kalah dalam upaya untuk membela pemerintahannya hingga terpaksa keluar dari istananya. Selama ini Zhanghao pergi menjelajah juga sebagai bentuk upaya latihan memperkuat diri dan mempelajari banyak hal. Sehingga saat ia kembali nanti ia bisa kembali merebut tahkta yang seharusnya. Sementara orang tuanya untuk sementara diurus oleh pamannya yang baik hati.

Zhanghao bukan seseorang yang haus akan harta dan takhta. Tetapi jika pemerintahan yang sekarang terus berlanjut, rakyat akan mengalami banyak kerugian. Zhanghao tidak mau itu terjadi.

Hanbin saat itu bertandang ke Qing untuk melamar Zhanghao, tapi alangkah terkejutnya ia begitu mendapati kenyataan yang terpampang. Amarahnya melonjak. Ia segera mengutus pengawal setianya untuk mencari Zhanghao dan merencanakan pelengseran kembali para petinggi tamak tersebut. Bertekad mengembalikan kembali status Yang Mulia Zhanghao. Hingga ia tak menyangka akan menemukan Zhanghao di kerajaannya. Memasuki Istananya untuk meminta pekerjaan. Hanbin memperhatikannya dan sengaja membuat Zhanghao menjadi penari terpilih di Perayaan.

Zhanghao termenung, tak tahu harus menjawab apa atas pertanyaan Hanbin. Hanbin mengerti dan segera mengelus kepala Zhanghao penuh kasih sayang.

“Sudah, tak usah dipikirkan. Aku akan menyelesaikan masalah itu sesegera mungkin. Yang Mulia tidak perlu khawatir,” janjinya bersungguh-sungguh. Zhanghao terdiam tak tahu harus berkata apa. Kenapa orang ini begitu perhatian padanya? Memperlakukannya begitu hormat?

“Yang Mulia Pangeran-”

“Hanbin. Panggil saja aku Hanbin. kau bisa memanggil namaku seperti dulu.” Zhanghao tersipu kembali. Mengingat bahwa dulu ia memang memanggil Sang Pangeran dengan namanya. Tapi itu dulu saat mereka dekat. Sekarang mereka sempat berpisah bertahun-tahun rasanya tidak pantas memanggil akrab begitu.

Mengerti pikiran Zhanghao, Hanbin meraih wajah Zhanghao dan mencium pipinya sayang. Zhanghao membeku di tempat.

“Yang Mulia kenapa masih enggan denganku? Kita mungkin sudah berpisah selama beberapa waktu tapi perasaanku padamu tidak berubah. Hanya semakin dalam,” ungkapnya jujur. Meyakinkan Zhanghao bahwa perasannya tulus dan bukan ilusi yang termakan waktu semata.

“Hanbin...”

“Yang Mulia percayalah padaku.” Nada suaranya tegas dan dalam mendeklarasikan cintanya. Zhanghao tak bisa berpura-pura, dalam relung hatinya sebenarnya ia juga menyukai Hanbin. Jatuh cinta pada pemuda tampan berbaju merah 5 tahun lalu. Seutas cinta itu sudah tumbuh hanya saja keadaan yang membuat mereka harus berpisah dan masalah yang terus menerpa membuat Zhanghao melupakan cintanya dan fokus mengurus kerajaannya. Hingga kini mereka bertemu kembali, perasaan cinta itu masihlah ada. Menunggu benih untuk membuatnya mengakar kuat. Dan kini Hanbin kembali bersamanya. Apa Zhanghao boleh berharap lebih dengan pertemuan ini?

Zhanghao menutup mata dan beringsut untuk memeluk Hanbin erat. Meletakkan kepalanya di dada keras Hanbin. Bersandar padanya yang langsung mendapat balasan jauh lebih erat.

“Hanbin...”

“Ya?”

“Hanbin...”

“Hmm?”

“Hanbin...”

“Aku disini sayangku...”

Zhanghao hanya ingin terus memanggil namanya. Menyamankan hatinya yang selama ini sudah lelah. Dia tidak bisa bersandar bahkan pada orangtuanya. Selama ini ia harus selalu menunjukan sikap tegar dan kuat. Tak menunjukkan kegelisahannya. Tetapi Zhanghao bagaimanapun hanyalah manusia biasa yang juga mempunyai masa-masa terpuruk dan ingin bermanja-manja. Hanbin ada di hadapannya, menawarkan kenyamanan dan rasa aman. Mengijinkan Zhanghao untuk melepaskan sejenak kerapuhannya. Mengijinkan Zhanghao untuk merajuk. Memberi Zhanghao yang selama ini dibutuhkannya. Zhanghao semakin menenggelamkan wajahnya di dada Hanbin. Bagaikan kucing kecil yang meringkuk di dekapan pemiliknya.

Hanbin tersenyum lembut. Mengelus kepala Zhanghao dan punggungnya berulangkali. Menenangkannya. Setelah dirasa cukup, Zhanghao melepas pelukannya dan menatap Hanbin. Menyunggingkan senyum cantik untuknya.

Hanbin bersandar di sofa panjang, membawa Zhanghao untuk duduk di pangkuannya. Mengangkangi pinggulnya. Hanbin mengulurkan tangannya, mengambil segelas anggur yang terletak tak jauh dari sofa untuk kemudian dibawa ke bibir lembut Zhanghao.

Zhanghao membuka mulutnya menerima gelas anggur dari Hanbin. Tak sampai di situ, Zhanghao menggenggam jemari besar Hanbin dan membawanya ke dalam mulutnya. Menciumnya pelan. Hanbin tertegun sejenak sebelum pupil matanya menggelap dengan hasrat. Menatap penuh antisipasi. Bibirnya melengkungkan senyum penuh otoritas. Senyum penuh kepemilikan terhadap pria cantik di kungkungannya. Saat lidah hangat itu menyentuh jemarinya Hanbin menahan nafas. Mengeluarkan geraman rendah. Menatap intens Zhanghao. Sosok ini sangatlah indah. Masih mengenakan pakaian penari berwarna putih, lekuk tubuhnya terlihat jelas di bawah mata membara Hanbin. Zhanghao seorang pria, tetapi bahu dan lingkar pinggangnya sangat sempit dan ramping seperti wanita, ada pesona mematikan di pinggang rampingnya. Dengan pakaian yang terbuka memperlihatkan poin-poin penting yang menonjolkan keindahannya. Hanbin melepaskan cadar merah Zhanghao dengan hati-hati. Mengungkapkan wajah rupawannya yang kini terpampang. Bibir ranumnya semerah delima yang sudah masak. Menyiksa pertahanan diri Hanbin agar tidak langsung melahap bibir itu.

Bulu matanya yang panjang menghasilkan kesan ayu yang tak terlukiskan. Tatapan matanya sendu namun bersinar.

Tak sampai di situ, Hanbin meraih veil merah Zhanghao dan melepasnya juga. Membuat rambut Zhanghao sedikit acak-acakan. Hanbin menggapai tangan Zhanghao, menciumi jemarinya satu persatu dan menggigitnya pelan. Terus naik mencapai pergelangan tangannya. Mencium di mana nadi Zhanghao berada. Melepaskan manset hitam yang tersemat di tangannya, Hanbin kembali menghujami lengan Zhanghao dengan ciuman kupu-kupu. Zhanghao bergetar samar merasakan sensasinya. Dan tak bisa menahan erangan lembut begitu Hanbin mengendus lehernya. Menciumi hingga belakang telinga. Menghembuskan nafas hangat yang membuat Zhanghao menggeliat resah.

“Hanbin mmhhh...”

Hanbin tak menjawab hanya menyeringai menggoda meneruskan kegiatannya. Kini wajahnya yang jadi sasaran. Hanbin mencium seluruh wajah Zhanghao. Menatapnya sejenak sebelum mendaratkan ciumannya di bibir ranum kekasih hatinya. Melahap semua rasa manis yang Zhanghao punya. Menyusupkan lidahnya hingga Zhanghao terengah karenanya. Hanbin melepas bibirnya hanya untuk menjelajahi garis rahangnya. Zhanghao menggenggam jubah depan Hanbin erat.

Zhanghao terengah-engah dengan wajah merah, menyuguhkan pemandangan meyegarkan mata bagi Hanbin yang menyaksikannya.

“Kau sangat indah, Zhanghao,” bisiknya penuh damba. Mengusap pipi Zhanghao. Zhanghao menunduk karena malu, mengharuskan Hanbin menahan diri lebih kuat agar tak langsung menerjang Zhanghao. Zhanghao mengangkat kepala. Menatap Hanbin dalam-dalam dan menutup jarak di antara mereka. Mencium wajah Hanbin. Dahi, kelopak mata, tahi lalat di sudut mata, ujung hidung, philtrum, sudut bibir, dan berakhir di bibirnya. Menciumnya begitu lembut. Melepasnya untuk kembali menatap Hanbin, merundukan wajahnya, mencium adam apple Hanbin yang bergetar karena terkejut. Hanbin mengangkat wajah Zhanghao dari lehernya. Menatapnya dalam-dalam.

“Yang Mulia, secepat mungkin aku akan melamarmu dan membawamu ke kerajaanku. Menjadikanmu milikku seutuhnya. Kakak Kaisar pasti merestuinya.“Zhanghao mengedipkan matanya perlahan. Menikmati sentuhan dan deklarasi Hanbin untuknya.

“Hmm...” gumamnya pelan tanda persetujuan.

Iris Hanbin semakin menggelap. “Aku mencintaimu.”

Zhanghao mengangguk, tersenyum begitu indah.

“Biarkan aku...” Zhanghao kembali mengangguk. Meniup wajah Hanbin bermaksud menggodanya. Hanbin kembali menggeram penuh hasrat. Mengigit rahang Zhanghao dan kemudian membalikan posisi di mana kini Hanbin menindihnya. Mata mereka bertemu. Menatap keindahan masing-masing. Di bawah kungkungan tubuh kekar Hanbin, Zhanghao bagaikan angsa cantik tak berdaya yang siap dinikmati keindahannya. Untuk kesekian kalinya dalam hari ini Hanbin tersenyum penuh kasih sayang dan kebahagiaan. Menyatukan dahinya dengan Hanbin. Membisikan kalimat cinta sebelum melepaskan hasrat suci yang selama ini terpenjara di dalam sukma.

Diterangi rembulan yang menerangi lembut, menjadi saksi bisu akan penyatuan dua insan yang dimabuk cinta. Malam yang dipenuhi erangan manja Zhanghao bersambut geraman kepuasaan Hanbin.