Pria topless itu kini tak henti-hentinya mengecupi bibir merah muda alami milik pemuda yang berada di bawahnya.

Beginilah posisinya sekarang. Hanbin berbaring di ranjang king size dengan Zhanghao di atasnya. Tak sepenuhnya menindih tubuh mungil Hanbin.

Tangan Hanbin terulur dan menekan belakang kepala Zhanghao. Memintanya memperdalam kecupan –atau mungkin ciuman- mereka.

Zhanghao terus mengecup, menjilat, bahkan menggigit bibir itu untuk meminta akses masuk dari Hanbin. Tentu saja Hanbin akan membuka mulutnya.

Tak membuang kesempatan, lidah Zhanghao masuk dan menelusuri gua hangat milik Hanbin, dan mengajak tuan rumah bertarung. Bunyi kecipak saliva terdengar nyaring di sudut kamar Zhanghao.

Zhanghao tak tinggal diam begitu saja. tangan nakalnya mulai melucuti satu persatu kancing baju yang di pakai Hanbin sambil sesekali mengusap perut datarnya.

Setelah semua kancing baju Hanbin terlepas, ia merobek kaus super tipis yang digunakan Hanbin. –Hanbin memakai 2 lapis pakaian-.

Udara dingin yang memenuhi ruangan tak dirasakannya karena pergumulannya dengan pria tampan yang kini beralih mengecupi dan memberi 'tanda' leher serta dadanya.

“Anghh” desahan kembali lolos dari bibir mungilnya dan membuat libido Zhanghao meningkat drastis. Apalagi saat merasakan lutut Hanbin tak sengaja menyenggol kebanggaan miliknya yang masih terbungkus celana pendek disana.

Masih terus memberikan tanda berwarna kemerahan pada tubuh mulus itu, Zhanghao dengan cepat membuka celana panjang yang Hanbin pakai serta membuka cela pendek yang ia pakai.

Tangan nakalnya ia arahkan untuk menyentuh little Hanbin yang sudah menegang dan mengurutnya pelan.

“Panggil Hao ge baby~” Zhanghao kembali mengecupi leher Hanbin.

“mmh H-Hao.. Hao ge ahh” Hanbin menggenggam erat pundak pria di atasnya saat dirasakan tubuh kecilnya berkedut karena perlakuan Zhanghao.

Dan desahan –dengan panggilan namanya- itu membuat Zhanghao benar-benar tidak tahan. Ia kemudia membuka lebar kedua paha Hanbin dan mengarahkan miliknya.

“Kau siap?” ia berbisik di telinga Hanbin dan dijawab anggukan pelan oleh Hanbin.

Perlahan. Ia mulai memasukan miliknya ke dalam manhole Hanbin.

“Aarghh” Hanbin merasa seperti ada yang robek di tubuh bagian bawahnya saat benda asing itu mulai menempatkan diri di dalam tubuhnya.

Ia mencengkram, mencakar, bahkan menggigit punggung dan bahu Zhanghao karena rasa sakit yang dirasakannya. Dan mungkin besok pagi akan terlihat beberapa luka di punggung Zhanghao.

Nafas Hanbin terengah saat merasakan milik Zhanghao telah bersarang seluruhnya di tubuh bagian bawahnya.

Zhanghao diam sebentar. Memberi waktu untuk Hanbin agar bisa beradaptasi dengan keberadaan miliknya di manhole Hanbin.

“Move it, pleasehh”

Lampu hijau dari Hanbin. Zhanghao mulai menggerakan perlahan pinggulnya dan masih tetap membiarkan Hanbin menggigit bahunya –menahan rasa sakit-

Desahan demi desahan terlontar dari mulut mereka berdua yang tentu saja didominasi okeh desahan Hanbin.

Dan tiap desahan Hanbin yang Zhanghao dengar merupakan nyanyian terindah yang pernah masuk ke indra pendengarannya.

Oh God. Zhanghao berasa di surga sekarang. Dengan malaikat yang menemani malamnya hari ini. perumpamaan yang berlebihan memang.

Zhanghao mempercepat temponya disaat merasakan kejantanannya di remas keras oleh manhole Hanbin. Pertanda Hanbin akan mencapai puncaknya sebentar lagi.

Dan..

Hanbin melenguh kencang saat merasakan hangat memasuki tubuhnya.

.

.

.

.

Sinar matahari menembus jendela kamar. Burung-burung berkicau saling bersahutan. Embun pagi menetes dari tiap-tiap daun. Pagi yang cerah membuat semua orang bahagia.

Kecuali satu orang.

Sudah kurang lebih lima belas menit ia hanya duduk di tempat tidur. melirik tubuhnya yang tak terbalut apa-apa di balik selimut berwarna biru tua yang ia yakini milik seseorang yang tidur di sebelahnya.

Oh itu Hanbin kalau kau mau tahu.

“Demi Tuhan. Apa yang telah aku perbuat semalam” ia menjambak pelan rambutnya sendiri. Berusaha mengingat seluruh rekaman kejadian tadi malam yang malah membuat wajahnya memerah.

Mulai saat ini, dunia kehilangan Sung Hanbin yang polos.

Mencoba meyakini dirinya bahwa kejadian semalam hanyalah 'kecelakaan' dirinya bangkit dari ranjang dan berjalan menuju ke kamar mandi. Ia tak suka tubuhnya lengket seperti ini.

Berjalan ke arah kamar mandi dengan mengabaikan rasa sakit yang luar biasa pada bokongnya bukan merupakan hal yang mudah.

Bunyi gemercik air terdengar dari luar kamar mandi. Uap panas mengepul menandakan bahwa Hanbin mandi dengan air hangat.

Sekitar dua puluh menit, dirinya telah sampai di dapur rumah asing ini. bukannya ingin makan tanpa izin dari pemilik rumah. Ia hanya terlalu lapar.

Lagipula di meja makan tidak tersedia apa-apa. Jadi ia akan membuat sarapan untuknya dan orang asing pemilik rumah ini.

.

.

Bunyi adonan pancake mengenai lelehan mentega panas mengiringi aktivitas masak-memasak Hanbin. Alunan melodi yang ia senandungkan juga menjadi temannya di pagi ini. mengabaikan rasa pegal dan sakit yang ia rasakan sekarang.

Bunyi pisau mengenai talenan saat ia memotong buah juga menjadi musik pelengkap nyanyiannya.

Tanpa menyadari seseorang dengan pakaian lengan buntung serta celana jeans panjang berjalan mendekati dirinya.

Sret

Hanbin membalikan tubuhnya dengan pisau dalam genggamannya.

“jangan mendekat!” serunya menodongkan pisau ke arah pria itu. Namun sedetik kemudian ia menurunkan pisau itu.

“Kukira siapa. Kau mengagetkanku” Hanbin kembali melanjutkan aktivitas memotong buah strawberry dan kiwi yang ia dapatkan dari kulkas.

“Hmm maaf” Zhanghao –orang itu- duduk di salah satu kursi di ruang makan.

Tak ada percakapan yang terjadi antara mereka berdua. Hanbin sibuk berkutat dengan pancake dan buah-buahan, sedangkan Zhanghao sibuk memperhatikan tampak belakang pemuda bernama Sung Hanbin.

Tak berapa lama, Hanbin mengambil duduk di sebelah Zhanghao dan menaruh dua piring pancake buah dengan madu di meja makan.

“Maaf aku memakai dapurmu tanpa izin..” Hanbin mulai menyendok pancake miliknya dan melahapnya. Diikuti juga dengan Zhanghao.

“Tidak apa-apa.” Jawabnya. “Maafkan aku juga atas kejadian semalam..” sambung Zhanghao.

Hanbin terdiam menatap kosong pancake nya. Benarkan pikirannya tadi. pasti dirinya dan Zhanghao telah melakukan 'itu'.

“Kau tidak apa-apa?” Zhanghao memiringkan kepalanya dan melambaikan tangannya di depan wajah Hanbin.

“A –ah iya. Tidak apa-apa” ia gelagapan dan kembali memakan pancakenya dengan kecepatan luar biasa dan kemudian meneguk segelas air putih dengan cepat.

“Maaf aku harus pulang.” dengan cepat ia berlari ke luar rumah Zhanghao. Meninggalkan Zhanghao yang hanya bisa diam membeku dengan tatapan yang sulit di artikan.

.

.

.

.

. Hanbin baru saja menyelesaikan kelas pagi di kampusnya. Dengan membawa beberapa beberapa buah buku berhalaman tebal, ia berjalan menuju perpustakaan.

Beberapa buku rekomendasi dari seniornya, Kim Jiwoong telah ia baca untuk menyelesaikan majalah dinding kampusnya.

Dan sekarang ia berniat untuk mengembalikan semua buku ini ke tempat seharusnya buku buku ini berada. Yaitu perpustakaan.

Ia berjalan lurus menelusuri koridor. Sesekali menyapa teman yang tak sengaja berpapasan dengannya.

Disinilah dia sekarang. Di dalam perpustakaan dengan beberapa lemari dengan ratusan –atau mungkin ribuan- buku-buku. Dari yang Hanbin mengerti sampai buku berbahasa asing yang ia tak mengerti pun ada disini.

Ia berjalan ke salah satu rak buku yang berada di pojok ruangan. Rak buku di sini jarang tersentuh oleh mahasiswa yang ada disini karena materi yang ada disini terlalu berat. Makanya buku-buku disini terlihat sedikit usang dan berdebu.

Kecualikan untuk Hanbin. Si polos maniak pembaca buku.

Ia mulai meletakkan satu persatu buku yang dibawanya, menyusunnya dengan rapih dengan bersenandung pelan. Menyanyi juga merupakan salah satu hobinya.

Ia terus melanjutkan aktivitasnya sampai menyadari seorang pemuda berambut coklat menghampiri dirinya.

“Hey Hanbin..” sapa pemuda itu. Sontak Hanbin menoleh ke arahnya.

“oh Matthew..” Hanbin tersenyum lembut. “Baru saja aku mau menghampirimu ke kelas setelah mengembalikan buku ini.”

Pemuda yang diketahui bernama Matthew itu balas tersenyum dan mengusap rambut Hanbin pelan.

“Sini kubantu menaruhnya” Matthew mengambil beberapa buku yang di bawa Hanbin dan menyusunnya di rak. Secara tak sengaja, debu dari buku-buku itu terbang dan mengenai mata Hanbin.

“Aw mataku perih..” Hanbin menggosok mata kanannya dengan tangannya. Namun tangannya langsung digenggam oleh Matthew.

“Jangan digosok seperti itu. Itu malah akan membuat matamu merah.” Matthew mendekatkan wajahnya ke wajah Hanbin.

Hanbin bisa merasakan wajahnya memerah sekarang.

Matthew meniup mata kanan Hanbin perlahan. Dan itu membuat mereka tampak seperi sepasang kekasih yang tengah berciuman di pojok ruangan.

Tak menyadari ada seorang pemuda yang menangkap kegiatan mereka. Mengepalkan kedua tangannya erat dengan makian yang ditujukan kepada orang berambut coklat yang keluar dari mulutnya.